Namun bayangan itu tampak segera berbalik, dan dalam kegelapan di dalam kolam sama sekali tidak kulihat apa pun kecuali pusaran gelombang, yang kembali menyerang!
"Ke atas!"
Begitu kataku kepada Yan Zi. Maka kami pun melesat ke atas seperti lumba-lumba, tetapi pusaran gelombang air ini mengejar kami ke atas, dengan kecepatan yang dapat dijamin pasti akan menelan kami sebelum sampai ke permukaan.
Kutambah kecepatanku dengan tenaga dalam, dan aku pun melesat lebih cepat, tetapi Yan Zi tertinggal di belakang, karena sesungguhnyalah berenang seperti lumba-lumba sambil mengerahkan tenaga dalam itu membutuhkan latihan.
Jika pusaran itu menyentuh tubuh kami, selesailah sudah riwayat kami, karena di balik pusaran terdapat tangan-tangan yang akan membenamkan tubuh kami selama-lamanya di dalam Kolam Taiye ini.
Aku menoleh ke bawah, Yan Zi nyaris terkejar oleh pusaran itu dan aku tidak ingin kehilangan dia. Kuperlambat kecepatanku dan kuulurkan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri yang masih kupegang.
Dengan jujur harus kuakui betapa tindakanku ini kulakukan hanyalah berdasarkan cerita yang kudengar tentang sepasang Pedang Mata Cahaya itu, bahwa dengan penyaluran tenaga dalam pada tingkat tertentu, maka persentuhan keduanya akan menghasilkan keredap kilat halilintar dengan daya pembakaran dan penghangusan.
Mengingat apa yang selama ini telah kulihat dengan pantulan cahaya dari pedang itu, yang jika menyambar tubuh berubah menjadi ketajaman logam, cerita itu sepertinya dapat dipercaya. Namun seperti juga dengan cerita betapa Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri akan menjadi sangat berat, sehingga tidak seorang pun akan mampu mengangkatnya sendirian, yang ternyata tidak terjadi, bagaimana jika sentuhan antara keduanya tidak menghasilkan apa-apa? Kami akan tergulung dan terhisap pusaran yang berasal dari ilmu seseorang yang sangat mahir bertarung di dalam air. Bukan tidak mungkin lawan yang kuhadapi ini pun adalah manusia yang hidup di dalam air.
Meski tidak sempat bertukar kata dengan Ilmu Bisikan Sukma, Yan Zi mengerti apa maknanya uluran pedangku. Ia pun mengulurkan pedangnya, dan menambah kecepatan renang sebisanya agar kedua pedang ini bersentuhan sebelum pusaran air datang menyambar dan menggulung kami.
Kedua ujung pedang itu bersentuhan.
Dari titik sentuhan melesatlah keredap halilintar, meskipun tanpa bunyi guntur, bagi yang tersengat tak dapat kubayangkan bagaimana rasanya terbakar, hangus, dan meledak sebagai serpihan cahaya. Dari balik pusaran air yang sejenak menyala sebagai pusaran cahaya menyilaukan, terlihat sesosok tubuh tembus pandang kebiruan yang menggeliat kesakitan, dan lenyap seketika itu juga.
Kedua ujung pedang itu masih bersentuhan dan cahaya halilintar masih terus berkeredap-keredap tanpa henti, sampai masing-masing dari kami menarik pedang yang kami pegang dan memasukkannya kembali ke dalam sarungnya. Hmm... Bagaimana caranya membuat pedang semacam ini? Siapa kiranya di dunia ini yang bisa membuatnya? Kong Fuzi berkata:
Jika seseorang belajar dengan latihan yang lama tidakkah ini menyenangkan?
Jika seseorang dikunjungi seorang teman dari jauh tidakkah ini sumber kebahagiaan?
Jika seseorang tak dikenal tapi tak tertekan karenanya tidakkah ini perilaku pribadi utama? 1
Kami masih berada di bawah permukaan air. Tidak kulihat lagi sosok tinggi besar berambut lurus panjang yang menyoren dua pedang panjang melengkung yang saling melintang pada punggungnya, yang sampai saat ini kami perkirakan sebagai Harimau Perang itu. Padahal tadi kuyakini ia mengetahui keberadaan kami. Apakah yang telah terjadi? Diakah yang mengirim manusia air calon pembunuh kami?
Agaknya bentrokan antara pasukan pengawal istana itu dimenangkan pihak yang menggunakan orang-orang golongan hitam. Mereka semua berada di sini sekarang. Tentu telah diberitahukan kepada mereka tentang keberadaan peti uang emas di dasar Kolam Taiye.
Namun di sini, tempat terdapatnya Pulau Penglai di tengah kolam yang biasa menjadi tempat tetirah Maharaja, mereka terjepit dan tergunting oleh tata penjagaan dengan mandala yang teracu kepada I Ching.
Waktu kepala kami menembus permukaan kolam, pembantaian sedang berlangsung dengan kejam di tepi kolam.
"Golongan hitam! Tempat kalian bukan di sini! Tempat kalian di neraka!" (bersambung)
1. Melalui Peter H. Nancarrow, Chinese Philosophy (2009), h. 41.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak