#132 Mengambil Keuntungan dari Kemalangan

November 11, 2014   

APA yang harus kami lakukan sekarang? Pedang sudah berada di tangan, tetapi kami masih terikat perjanjian. Segala peristiwa berlangsung tidak selalu seperti yang direncanakan. Seharusnya kami menunggu gabungan pasukan-pasukan pendukung Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang mengepung Chang'an, dan segenap perhatian tertuju ke luar tembok, barulah pencurian pedang dilakukan.

Tidaklah kuingkari betapa rencana itu merupakan siasat yang baik. Namun bukan saja sebetulnya sampai menjelang fajar kami telah keliru melacaknya sampai ke dasar kolam, dan kami tak bisa menyalahkan Putri Anggrek Merah, yang juga telah ikut terkecoh, tetapi juga bahwa Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri ini telah kami pegang tanpa pernah mengambilnya!

Apakah kami harus menyampaikan perkembangan ini untuk mencegah penyerbuan dan korban yang tidak perlu, karena pedang yang dicari sudah berada di tangan kami?

Namun kepada siapa pula kami harus menyampaikannya? Penghubung pertama, Kaki Angin, sudah tewas mengenaskan karena pengkhianatan; Kipas Sakti yang berpura-pura menggantikannya demi kepentingan sendiri, tewas di tangan Kipas Maut yang jatidirinya telah dicuri; sedangkan Kipas Maut, yang tahu banyak perkara sebagai orang kepercayaan Ibu Pao, tewas pula di tangan pendekar berambut lurus panjang bersenjata dua pedang lengkung yang kami duga sebagai Harimau Perang.

Di tepi kolam, orang-orang golongan hitam tampaknya berhasil mendesak para pengawal istana. Dengan perginya sebagian besar dari mereka yang berilmu tinggi mengawal maharaja keluar istana, mereka yang berilmu tinggi dari golongan hitam beterbangan menyambar-nyambar bagaikan kelelawar menyambar buah matang tanpa perlawanan berarti. Jerit kematian terdengar mengenaskan dari tepi kolam. Para pengawal istana memang terlatih dan berilmu tinggi, tetapi orang-orang golongan hitam itu bertempur tanpa aturan. Cara mereka membokong dan mengeroyok tidak terdapat dalam kitab ilmu silat mana pun.

Namun dapat kuperhatikan bahwa para pendekar golongan merdeka, yang juga diperbantukan untuk mengawal dari luar istana, tidak berpihak kepada golongan hitam ini. Para pendekar golongan merdeka yang berilmu silat tinggi membuat para pengawal istana masih bisa bertahan, tetapi jumlah mereka terlalu sedikit dibanding orang-orang golongan hitam, dan di antara orang-orang golongan hitam terdapat tokoh-tokoh berilmu silat yang tidak kalah tingginya, yang mulai memperlihatkan diri dan menyerang para pendekar golongan merdeka itu pula. Sun Tzu berkata:

sulitnya dengan kekacauan

terletak pada usaha

meluruskan yang berliku-liku

dan mengambil keuntungan

dari kemalangan 1

Apakah yang sebenarnya telah terjadi? Baik peti berisi uang emas maupun Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri, keduanya adalah pengalih perhatian belaka, bukan bagi satu sama lain, tetapi bagi sesuatu yang aku pun belum mengetahuinya dan tidak bisa menebak sama sekali.

Kami berenang mundur, menjauh, sebelum akhirnya muncul ke permukaan dan berdiri di atas air, di bagian yang gelap di dekat Pulau Penglai. Dengan tenaga dalam segera keringlah baju kami.

Yan Zi melirik pedang yang kupegang. Kuberikan kepadanya. Dengan kedua tangan ia mendampingkan keduanya. Guratan gambar telapak tangan berdampingan di kiri dan kanan. Nyaris sama kecuali guratan garis-garis pada telapak tangannya. Seorang peramal mungkin segera dapat membaca maknanya, tetapi apakah garis-garis itu berkisah tentang sesuatu yang berlangsung pada masa depan?

Ia tampak mengambil napas panjang. Dapat kubayangkan apa yang dirasakannya, apabila sejak masih bayi dirinya selalu diletakkan di sebelah Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan, dan seluruh hidupnya memang disiapkan untuk menyatukan pedang itu dengan pasangannya, Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri.

Namun ia memberikannya kepadaku lagi.

"Ini pedangmu," kataku, "untuk inilah kita sampai di tempat ini."

"Aku tidak memperjuangkan apa pun untuk pedang itu," katanya, "aku tidak pantas menerimanya."

"Itu tidak benar, kamu menempuh segala bahaya untuk sampai di sini."

"Aku tidak bisa menerimanya sekarang, apalagi pedang itu seperti diberikan begitu saja tanpa melalui perjuangan yang setara dengan maknanya."

Aku tercenung sejenak. Siapakah yang seperti telah dengan begitu saja memberikan pedang ini? Aku teringat bayangan yang berkelebat ketika tadi sempat jadi tawanan. Diakah yang telah memasukkannya ke dalam kolam, dan kusambar untuk menyabet penyerang dalam kegelapan sebelum membuka peti itu tadi? Dari manakah dia mengambil pedang itu? Kapan dia mengambilnya? Mengapa diberikan kepadaku dan bukan kepada Yan Zi Si Walet?

Kami masih berdiri di permukaan Kolam Taiye, ketika ada tangan dari balik permukaan itu meraih kaki Yan Zi! (bersambung)


1. Melalui terjemahan ke dalam bahasa Inggris oleh John Minford (2009), op. cit., h. 39.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 1:12 PM
#132 Mengambil Keuntungan dari Kemalangan 4.5 5 Unknown November 11, 2014 Sun Tzu berkata: sulitnya dengan kekacauan terletak pada usaha meluruskan yang berliku-liku dan mengambil keuntungan dari kemalangan. APA yang harus kami lakukan sekarang? Pedang sudah berada di tangan, tetapi kami masih terikat perjanjian. Segala peristiwa berlangsung tida...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak