DENGAN ilmu Naga Berlari di Atas Langit, dalam sekejap saja dengan ringan aku telah hinggap di atas tembok di sudut tenggara yang melindungi Taman Bunga Raya. Dari sini umbul-umbul merah dengan tulisan hitam Ch'ien atau langit tampak lebih jelas, berkibar megah memimpin puluhan ribu pasukan berkuda yang menimbulkan debu mengepul di belakangnya.
Namun angin pagi yang berkecepatan tinggi membuat debu itu tidak mengepul berkepanjangan. Kecepatan angin yang tinggi menimbulkan bunyi tersendiri, seperti menceritakan kembali riwayat yang sedang berlangsung dengan bahasa tak terucapkan. Mungkinkah ia bercerita tentang kematian?
Di Taman Bunga Raya itu terdapat Danau Lekuk Ular. Tembok Chang'an terputus di sini, di seberangnya barulah tembok itu bersambung kembali, meski tidak tepat di seberangnya, karena tembok yang di seberangnya itu merupakan sambungan dari Gerbang Mingoe.
Dapat kulihat Gerbang Mingoe tempat aku seharusnya bertemu Yan Zi yang memeriksa sisi barat laut, sisi barat, dan sisi barat daya, tetapi aku masih bertahan sebentar di sini karena segera melihat bagian ini sebagai titik terlemah. Bukan saja Taman Bunga Raya itu begitu rimbun sebagai tempat persembunyian yang baik, tetapi juga Danau Lekuk Ular itu bagaikan pintu terbuka, jika bukan bagi suatu pasukan, setidaknya bagi para penyusup untuk membuat kekacauan dari dalam.
Angin menggoyang segala pohon di Taman Bunga Raya, suaranya berkerosokan dan niscaya tidak akan memperdengarkan suara orang mengendap-endap, yang betapapun ternyata aku melihatnya!
Pasukan di bawah umbul-umbul langit yang menyerbu dari arah tenggara masih akan beberapa saat lagi sampai, tetapi puluhan penyusup yang mengendap-endap dan berkelebat lincah tampaknya telah tiba dan mempersiapkan segalanya sejak pagi buta, ketika semua perhatian tercurah pada keributan di dalam istana.
Aku tertegun dan belum tahu harus berbuat apa. Tanganku serasa bagaikan terikat. Berbulan-bulan tinggal di Chang'an membuat aku merasa menjadi bagian dari penduduknya, bagian dari kehidupan kota raya yang hiruk-pikuk dengan segala suka-duka manusianya. Namun aku juga belum lupa sama sekali perjanjian dengan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, dan bahwa dengan begitu aku seharusnya berada pada pihak para penyerbu ini, jika perlu ikut memperlemah pertahanan kota dan menghancurkannya.
"Awas!"
Mendadak terdengar suara Yan Zi yang tiba dari arah Gerbang Mingoe, dan telingaku menangkap desis senjata rahasia!
Kumiringkan sedikit tubuhku. Jarum-jarum beracun itu lewat di samping kepalaku dengan jarak satu atau dua jari. Bahkan bau amis racunnya sempat tercium hidungku. Kutahan napas supaya tak pingsan.
Tiga orang berbaju ringkas melayang dengan ringan ke atas tembok dengan senjata terhunus. Yan Zi yang baru saja hinggap terpaksa melayang kembali sambil mencabut sepasang Pedang Mata Cahaya, tubuhnya berputar cepat bagaikan baling-baling ke arah tiga penyusup yang belum jelas maksudnya kenapa berada di situ. Namun apa pun maksudnya, sulitlah mereka menjalankannya hari ini, karena tubuh ketiganya nyaris terbelah dua oleh sepasang Pedang Mata Cahaya yang masing-masing memapaskan pantulan cahayanya yang begitu tajam, sangat amat tajam, bagaikan tiada lagi yang lebih tajam.
Yan Zi mendarat di antara 20 orang yang ternganga.
"Siapa kalian?"
Mereka hanya saling memandang. Para penyusup biasanya anggota perkumpulan rahasia, sangat mungkin telah dilatih untuk tidak mengungkap siapa diri mereka. Serentak mereka mencabut senjata.
Bibir Yan Zi tampak mencibir.
"Hmmh! Untuk apa pagi-pagi menyerahkan nyawa!"
Lenyap keterngangaan dari mulut mereka. Salah seorang meludah ke tanah.
"Lebih baik terkapar tanpa nyawa daripada hidup tanpa kehormatan!"
Yan Zi sudah jelas akan membantai mereka. Mungkinkah ini pengaruh Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu? Berpadunya sepasang pedang mestika itu membuat Ilmu Pedang Mata Cahaya yang dipelajarinya di Perguruan Shaolin semakin berdaya dalam kelipatgandaan luar biasa. Aku khawatir Yan Zi selalu ingin mencobanya setiap kali terdapat pembenaran untuk menerbangkan nyawa.
Dari masa kecilku pernah kudengar perihal senjata-senjata mestika terdahsyat, yang cenderung membuat pemiliknya menjadi haus darah. Namun aku tidak ingin Yan Zi menjadi seperti itu, dan memang seorang pemegang senjata mestika seharusnya memiliki kematangan yang lebih dari cukup agar dirinya tidak terjatuh dalam tindak pembunuhan yang tiada semena-mena.
"Tunggu!"
Aku pun melayang turun, selain untuk mencegah pembantaian, juga untuk menguak segala rahasia tak terungkapkan.
"Kami pun sekutu Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang," kataku, "tidak semestinya kita saling membunuh." (bersambung)
#138 Menghindari Jarum-Jarum Beracun
November 17, 2014 - Posted by Unknown in Bagian 27
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 2:24 PM
#138 Menghindari Jarum-Jarum Beracun
4.5
5
Unknown
November 17, 2014
DENGAN ilmu Naga Berlari di Atas Langit, dalam sekejap saja dengan ringan aku telah hinggap di atas tembok di sudut tenggara yang melindungi Taman Bunga Raya.
DENGAN ilmu Naga Berlari di Atas Langit, dalam sekejap saja dengan ringan aku telah hinggap di atas tembok di sudut tenggara yang melindungi...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak