Terdengar suara dari dalam tenda. Jadi masih ada orang yang pangkatnya lebih tinggi dari Panglima Zhen.
"Bodoh sekali kalian jika mengira bisa mengatasi amuk kedua pendekar, yang salah satunya memiliki sepasang Pedang Mata Cahaya sementara yang lain menguasai Jurus Tanpa Bentuk. Kalian tidak bisa memaksa mereka berdua, tetapi mungkin kalian bisa memohon kepada mereka untuk tinggal karena diriku sungguh berkepentingan untuk berjumpa dengan kedua pendekar tanpa tanding ini! Untuk kesalahan semacam ini baiklah kuberi hukuman setimpal agar sungguh-sungguh menjadi pelajaran!"
Dengan selesainya kalimat itu, Panglima Zhen mendadak terpelanting dan tubuhnya membiru, dari sudut mulutnya mengalir darah yang menghitam. Betapa malang nasib pembelot ini, setelah mengkhianati pemerintah Wangsa Tang hanya menemukan kematian sebagai balasan.
Para pengepungku tertegun. Suara dari dalam tenda itu pun kembali menggelegar.
"Tolol! Apa yang harus kalian lakukan?!"
Serentak para pengepung yang setidaknya berjumlah 200 orang itu melepaskan senjatanya, dan menyungkum tanah sambil mengetuk-ketukkan dahi mereka, sementara salah seorang di antaranya berseru, "Mohon ampun! Mohon tetap tinggal! Mohon ampun!"
Aku mengerahkan segala kewaspadaanku. Apa yang terjadi dengan Panglima Zhen bisa juga dilakukan terhadap kami dan aku sungguh tidak mau itu terjadi. Namun aku juga harus waspada terhadap segala permainan tipu daya, yang sungguh memegang peranan penting dalam adu siasat di medan pertempuran.
Siasat apakah yang sedang dimainkan di sini?
Sun Tzu berkata:
Kenalilah pasukanmu
dan kenalilah dirimu,
maka dikau tak kan terkalahkan
dalam 100 pertempuran.
Jika dikau mengenal dirimu
tetapi tak mengenal musuhmu,
dikau sama-sama berpeluang
untuk kalah maupun menang.
Jika dikau abai
atas diri maupun musuhmu,
tentu dikau akan terkalahkan
dalam setiap pertempuran. 1
Aku mengingat kembali ujaran Sun Tzu ini bukan terutama untuk diriku, melainkan untuk mempertimbangkan dirinya. Sungguh aku tidak berpeluang untuk mengenal Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, meski segala keputusannya terhubung dengan apa saja yang telah kualami, tetapi setidaknya aku mengenal kemampuan diriku dan kemampuan Yan Zi, sehingga menurut Sun Tzu peluang diriku adalah kalah maupun menang. Akan halnya Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, mungkinkah peluangnya hanya menang karena selain sudah pasti dikenalinya dirinya sendiri, telah dikenalinya pula diri kami luar dan dalam?
Maka dengan dipaksakannya sedemikian rupa, sampai mengorbankan Panglima Zhen segala, agar para pengepungku melepaskan senjata dan menyungkum tanah, tentulah ia sangat berkepentingan agar diriku tetap berada di sini, dengan pertimbangan betapa aku tentu akhirnya bersedia tetap tinggal dan tidak pergi.
Mengikuti hubungan kedua belah pihak, sebenarnyalah kerja sama kami dengan pihak Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang sudah selesai, karena Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri telah berada di tangan kami, meskipun ternyata bukan kamilah yang mencurinya, sehingga bahkan pengepungan ini pun tidak diperlukan lagi. Tujuan bersama sudah tercapai dan kami bisa pergi membawa pedang mestika itu sesuai perjanjian. Hanya adab kesantunan sajalah yang kiranya masih harus dilakukan, dan kukira inilah yang sedang dimanfaatkan jika tidak sedang dipaksakan!
Melihat besarnya pengepungan, yang tentunya akan sangat berguna untuk mengalihkan perhatian bagi pencurian pedang mestika, tetapi tidak seperti akan ditarik kembali setelah diketahuinya pedang mestika sudah berada di tangan kami, kukira aku patut menduga, betapa bukan hanya pengepungan tetapi penyerbuan dan penaklukan itulah yang sesungguhnya menjadi tujuan! Suatu pemberontakan!
Dari manakah Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang tahu bahwa kami telah mengambil Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri? Apakah ia juga telah berhubungan dengan setiap orang yang mengetahui keberadaan pedang itu, termasuk yang memberikannya kepadaku di Kolam Taiye, maupun berusaha merampasnya di tepi kolam dengan menyandera Yan Zi? Untuk yang pertama kuragukan, untuk yang kedua memang diriku sungguh penasaran, karena seperti terdapat hubungan, tetapi yang aku sendiri pun tidak bisa menjelaskan.
Segalanya serba diselimuti kabut tak terjelaskan, tetapi sekarang aku harus mengambil keputusan, apakah akan tetap tinggal ditelan siasat Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang ataukah pergi dan berarti melawan dengan menghadapi kemungkinan dirajam? (bersambung)
1. Sun Tzu, The Art of War: The cornerstone of Chinese strategy, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Chou-Wing Chohan dan Abe Bellenteen (2003), h. 25.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak