Aku masih tertegun dengan berkembangnya pertempuran. Ternyata pasukan berkuda yang menyerbu dari arah tenggara ini begitu terlatih, karena memang benar merupakan pasukan pilihan. Setiap kali terdapat hambatan, pasukan ini dengan cepat segera memecah diri sehingga arus serbuan sesungguhnyalah sulit dibendung. Mereka yang lolos terus-menerus berpacu dan melaju, yang meskipun selalu berkurang karena sambaran pantulan cahaya pedang mestika, hanyalah menyisakan orang-orang pilihan yang sungguh akan sangat berdaya dalam usaha penerobosan!
Bagaimana cara mengatasinya?
Dalam padan-delapan ke-21, Shih Ho dalam I Ching tertulis:
mengunyah daging kering,
ia bersua racun;
sedikit menyesal, tapi
tak bisa menyalahkan. 1
Kuingat pembelajaranku di Kuil Pengabdian Sejati, dalam masalah pertempuran kutipan ini berarti:
jika dikau kecoh lawanmu
dengan muslihat
pikatlah untuk maju
potonglah jalur bantuannya
dikau akan membuat
kedudukannya gawat
ia bertemu racun
kedudukannya hancur 2
Melalui Ilmu Bisikan Sukma kusampaikan hal itu kepada Yan Zi, yang dengan susah payah menghalangi laju pasukan yang sudah terbagi tiga bagaikan trisula.
"Siapa yang akan memotong dan siapa yang akan memberi tahu mereka?"
"Beri tahu mereka," kataku, "katakan saja kepada panglimanya, kita menggunakan padan-delapan ke-21 dari I Ching, seharusnya dia mengerti."
Ujung trisula di kiri dan kanan sudah berada di belakang Yan Zi, terus menderu ke arah sudut tenggara Chang'an yang tak bertembok dan karena itu merupakan titik kelemahan.
Sejauh kuingat dari berbagai peta lama Chang'an, sebetulnya Danau Lekuk Ular dan Taman Bunga Raya terlindungi juga oleh tembok perbentengan seperti Istana Daming, tetapi pada berbagai peta yang baru tembok itu tidak ada lagi. Mungkin karena setelah sekian lama tidak ada perang terdapat suatu perasaan aman, sehingga tembok di sekitar danau mungkin saja justru dibongkar. Sejauh yang kuketahui, pada masa damai di sanalah rombongan kafilah asing akan bermalam jika tiba di Chang'an pada saat pintu gerbang sudah ditutup.
Ada kalanya rombongan itu tertahan beberapa hari karena masalah perizinan - meskipun tak sedikit pengembara lalu-lalang dapat keluar masuk begitu saja dengan bebas tanpa surat-jalan - dan di sekitar danau itu pula mereka bermalam. Kadang mereka mendirikan tenda karena di sanalah kuda dan unta bisa memuaskan dahaganya setelah perjalanan yang panjang dari arah Dun Huang di wilayah barat.
Namun tidak pula mengherankan jika mata-mata maupun penjahat kambuhan memanfaatkannya sebagai celah menguntungkan bagi segala macam penyelundupan, baik menyelundupkan orang maupun barang.
Untuk sepintas aku teringat peti uang emas di dasar Kolam Taiye itu, tetapi haru-biru pertempuran ini dengan segera membuat diriku harus melupakannya.
Terdengar Yan Zi melalui Ilmu Bisikan Sukma.
"Biar seribu orang ini mengejarku, tahan sisanya!"
Yan Zi telah menunggangi kuda rampasan dan mencongklangnya, diikuti seribu penunggang kuda bersenjata terhunus yang mengejar dengan kecepatan penuh. Pendekar Walet itu telah menerbangkan seribu nyawa dengan pantulan sepasang Pedang Mata Cahaya, yang jurus-jurusnya telah dipelajarinya secara tersendiri di Perguruan Shaolin. Namun kini setidaknya masing-masing seribu penunggang kuda, yang melaju dengan kecepatan yang sama di kiri dan kanan, sudah kembali ke jalur semula sehingga berada di depan Yan Zi.
Maka Yan Zi pun meninggalkan kudanya, berlari di atas ribuan kepala yang tidak merasakan apa pun karena ilmu meringankan tubuhnya yang telah mencapai tingkat sempurna, berkelebat ke depan dengan kecepatan pikiran, merebut kuda terdepan setelah mendorong penunggangnya, yang segera tewas dalam lindasan kaki-kaki kuda yang terus menggebu dengan semangat penyerbuan. (bersambung)
1. Melalui Hiroshi Moriya, The 36 Secret Strategies of the Martial Arts (2004), diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh William Scott Wilson (2008), h. 252.
2. Ibid., h. 186.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak