#161 Luka-Luka Irisan Cahaya

December 10, 2014   

MENDEKATI tembok Istana Daming kulihat korban semacam itu, para pemanah jitu dan pengawalnya yang bergeletakan dengan tubuh masih hangat, dan darah masih mengalir pada lantai batu perbentengan. Kuperiksa sejenak luka mereka dan aku sungguh terkesiap. Ini luka karena irisan cahaya, dan tiada lain selain pantulan dari Pedang Mata Cahaya yang bisa melakukannya! Apakah Yan Zi telah kehilangan pedangnya dan orang yang mencurinya itu kini merajalela? Apa yang terjadi dengan Yan Zi Si Walet? Kuingat kepercayaan tentang senjata mestika, yang jika tidak membawa kejayaan, akan membawa kemalangan kepada pemiliknya.

Aku tidak sempat berpikir lebih panjang karena kubu yang terlumpuhkan segera menjadi titik lemah pertahanan, yang wajib segera diterobos pasukan pemberontak, dan ketika aku masih meraba luka-luka para korban itu mereka telah berlompatan dari balik tembok setelah menaiki tangga dengan kecepatan berlari. Mereka langsung menyerangku dengan tetak dan bacokan mematikan, yang terpaksa segera kukibas dengan angin pukulan, sehingga tak hanya orang tetapi tangga dan segenap manusia yang sedang menaikinya pun terlempar kembali ke balik tembok.

Namun mereka masih terus saja bermunculan, jatuh tangga yang satu datang lagi tangga yang lain, bahkan tangga yang tadi jatuh dengan segera telah dipasang pada tembok dan dinaiki kembali dengan kecepatan berlari. Manakala dua puluh prajurit berilmu tinggi dengan serentak telah melayang di atasku dengan tebasan terkejam, masih mungkinkah aku hanya menghindar dan mengirim totokan? Dengan segera kedua pedang panjang melengkung di punggungku telah berada di tangan, dan dengan segala hormat aku bergerak memutar sembari menebas, sehingga nyawa mereka seketika itu juga melayang.

"Kemari! Jaga di sini!"

Aku berteriak kepada suatu regu pasukan panah yang baru datang berlari untuk menggantikan kawan-kawan mereka yang gugur. Mereka segera menaiki anak tangga batu di bagian dalam tembok, disusul regu penyumpit dan regu pengawal berpedang yang harus menjaga pemanah dan penyumpit dalam pembidikan. Kusapu lagi tiga sampai empat regu yang sedang menaiki tangga di bagian luar tembok, yang segera ikut jatuh semuanya bersama tangga itu, untuk memberi kesempatan sampai ke atas tembok dan kembali membidik di antara mayat kawan-kawannya yang masih bergelimpangan.

Sun Tzu berkata:

ketika panglima

salah menilai musuhnya

dan mengirim pasukan

yang lebih lemah

atas yang lebih kuat;

ketika ia gagal

memilih pelopor yang baik

hasilnya adalah kekacauan 1


Aku segera berkelebat sebelum mereka sempat bertanya apa pun meski wajah mereka sedikit heran, karena siapa pun yang telah melumpuhkan kubu di atas benteng ini jelas sangat berbahaya. Tidak kulihat jejak apa pun karena ilmu meringankan tubuhnya yang sangat tinggi, tetapi ia mungkin belum terlalu jauh jika kuburu dengan kecepatan yang sama, karena semua kejadian ini memang berlangsung jauh lebih cepat dari rincian penceritaannya.

Kuteruskan melesat di tengah kemelut pertempuran yang semakin panas, karena semakin ke utara semakin banyak lawan yang berhasil sampai dengan selamat ke atas tembok, untuk langsung mengadakan pembantaian. Dalam kecepatan Ilmu Naga Berlari di Atas Langit yang sangat tinggi, seperti tadi segala sesuatu tampak bergerak begitu lambat, amat sangat lambat, bagaikan tiada lagi yang lebih lambat. Maka aku bisa menjentik mata tombak yang nyaris menusuk leher seorang prajurit yang pasti akan terlambat menangkisnya; menjepit kelewang yang hampir mencapai tengkuk dari belakang dengan dua jari, lantas membuangnya; mendorong punggung seseorang sehingga ia terjatuh, tetapi selamat dari ribuan anak panah yang turun dari langit seperti hujan.

Seberapa banyak yang telah kutolong aku tak tahu, dan apakah setelah kutinggalkan tetap selamat atau tetap tewas oleh senjata apa pun, aku juga tak tahu, tetapi ini mewakili kegalauanku akan besarnya korban dalam peperangan yang tidak terjamin bukan merupakan suatu kesia-siaan.

Namun pelaku pembunuhan yang kuburu ini kupastikan harus tamat riwayatnya, karena kemampuan senjata, keterampilan menggunakannya, maupun ketegaan hatinya yang bisa dengan cepat menghabiskan suatu pasukan, atau apa pun dalam jumlah yang besar dan sama sekali tidak terbatas. Sungguh penyebar maut yang sangat mengerikan.

Sembari berkelebat sepanjang tembok perbentengan dari ujung satu ke ujung lain di atas kepala mereka yang masih bertarung, kusaksikan pemandangan pertempuran, dan betapa di garis belakang sejauh mata memandang pasukan berkuda yang siap tempur tampak tidak sabar lagi melaju ke gerbang.

Melayang di udara, aku menoleh ke kiri dan ke kanan, di manakah Yan Zi? (bersambung)


1. Dari John Minford, Sun-Tzu: The Art of War [2009 (2002)], h. 65.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 3:50 PM
#161 Luka-Luka Irisan Cahaya 4.5 5 Unknown December 10, 2014 ketika panglima salah menilai musuhnya dan mengirim pasukan yang lebih lemah atas yang lebih kuat; ketika ia gagal memilih pelopor yang baik hasilnya adalah kekacauan. - Sun-Tzu: The Art of War [2009 (2002)] MENDEKATI tembok Istana Daming kulihat korban semacam itu, para pemanah jitu dan pengawalnya yang bergeletakan dengan tubuh masih hangat, da...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak