SETELAH mengitari Istana Daming, dan antara lain melihat bahwa gerobak-gerobak tangan masih mengalir dari Balai Semangat Kilauan Berlian ke Taman Terlarang, sampailah aku ke Gerbang Ch'ung-Hsuan, tempat aku segera disambut sambaran cahaya yang melesat dengan ketajaman logam, yang jika tak dapat kuhindari pastilah aku tidak akan pernah pulang kembali ke Yavabhumipala tercinta.
Aku melenting ke udara dengan kecepatan cahaya, dan terus dikejar tebasan cahaya bergelombang, yang seperti tidak mempunyai kemungkinan lain selain memburu diriku dalam ketergandaan tebasannya yang tidak terhindarkan. Aku berputar-putar di udara dengan Jurus Naga Meringkuk di Dalam Telur, yang meski terbukti manjur menyelamatkan diriku dari berbagai ancaman dalam kepungan, tetapi baru kali ini menghadapi ancaman yang sama dalam kelipatan kecepatan.
Kutarik kedua pedang panjang melengkung itu dari sarung melintang di punggungku, dan dengan kecepatan cahaya pula kumainkan Ilmu Pedang Naga Kembar untuk melayani sambaran cahaya dengan ketajaman logam yang sungguh berbahaya dan mematikan. Aku langsung menggunakan Ilmu Pedang Naga Kembar, dan bukan ilmu pedang apa pun yang sudah kumiliki dari hasil penyerapan Ilmu Bayangan Cermin, karena aku tahu kemampuan pantulan cahaya dengan ketajaman logam seperti ini jauh lebih berbahaya dari apa pun yang pernah kuhadapi.
Dengan Jurus Naga Meringkuk di Dalam Telur berkecepatan cahaya dapat kuhindari kilatan-kilatan cahaya yang bukan alang kepalang cepatnya, dengan Ilmu Pedang Naga Kembar yang sama cepatnya dapat kuimbangi dan kudesak penyerang yang tiada memberi napas itu, sehingga tak sempat lagi mengarahkan pantulan cahaya yang akan mengiris tubuhku. Lantas kutingkatkan kecepatan sampai cahaya pun tak bisa menyamainya lagi, dan kedua pedang panjang melengkungku baginya bukan hanya terasa sebagai empat pedang karena seperti dimainkan dua orang, melainkan seperti 4.000 pedang yang dimainkan 2.000 orang.
Pada saat yang menentukan sekali tetak lepaslah kedua pedangnya, dan sambil membalikkan badan kusarungkan kedua pedang ke punggung sekaligus memberikan tendangan sekeras-kerasnya dalam Jurus Naga Menggeliat Mengipas Ekor.
"Uuughh!"
Aku terperanjat. Suaranya begitu kukenal. Pertarungan dengan kecepatan cahaya berlangsung hanya sesaat, apalagi ketika masih kutingkatkan kecepatannya sampai cahaya pun masih terlalu lambat. Lebih cepat dari cepat!
Tubuh itu melayang jatuh ke luar tembok. Segera kukenali sosok itu meskipun ia tidak berbusana serbaputih melainkan berbaju ringkas serbahitam, seperti yang sama-sama kami kenakan ketika baru semalam melakukan penyusupan!
Yan Zi!
Aku berkelebat menyambarnya. Hanya beberapa depa sebelum tubuhnya lenyap ditelan kecamuk pertempuran, aku berhasil menyangga dan membopongnya sambil melayang naik setelah menjejak bahu prajurit penyerbu yang sedang berlari. Aku melayang dan melenting-lenting ke atas sambil menjejaki bahu mereka yang berlari menaiki tangga maupun merayap cepat di tembok. Dalam dua sampai tiga kali jejakan sampailah aku ke atas tembok.
Pertarungan sengit berlangsung pada lantai batu di atas Gerbang Ch'ung-Hsuan, tetapi aku tidak punya ruang lagi dalam kepalaku untuk memikirkan peperangan ini.
"Yan Zi! Mengapa dikau menyerangku? Ke mana saja dikau? Aku gelisah mencarimu!"
Wajahnya pucat. Bagian dalam tubuhnya mungkin sudah hancur. Pertarungan kami berlangsung pada tingkat yang sangat berbahaya, dan aku menendang dengan gambaran tentang seseorang yang memegang sepasang Pedang Mata Cahaya, yang barangkali saja telah mencelakakan Yan Zi!
Aku melawan dan membalas serangannya, karena tak mungkinlah terbetik dalam benakku Yan Zi Si Walet akan menyerangku! Sedangkan serangannya sungguh mati sangatlah berbahaya dan mematikan sekali!
"Yan Zi, mengapa dikau menyerangku? Mengapa dikau menyerangku? Dikau tahu diriku tidak mungkin dengan sengaja akan menyakitimu!"
Kusalurkan tenaga dalam ke tempat diriku telah menendangnya, meski tahu hanya akan sia-sia. Ia sudah sangat lemah dan kata-katanya di tengah hiruk pikuk pertempuran hanya terdengar pelan sekali.
"Pendekar Tanpa Nama... Maafkanlah daku yang telah sangat mengecewakanmu... Semua ini hanyalah karena daku merasa sangat cemburu...
"Daku sudah lama diam-diam mencintaimu... tetapi hatimu hanya tertuju kepada Elang Merah meski dikau tidak mengungkapkannya... Daku bisa merasakannya...
"Daku juga mencintai Elang, dan kami saling mencintai, tetapi daku sangat mengharapkanmu..." (bersambung)
#162 Cinta dalam Kelebat Cahaya
December 11, 2014 - Posted by Unknown in Bagian 32
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 2:18 PM
#162 Cinta dalam Kelebat Cahaya
4.5
5
Unknown
December 11, 2014
SETELAH mengitari Istana Daming, dan antara lain melihat bahwa gerobak-gerobak tangan masih mengalir dari Balai Semangat Kilauan Berlian ke Taman Terlarang, sampailah aku ke Gerbang Ch'ung-Hsuan, tempat aku segera disambut sambaran cahaya yang melesat dengan ketajaman logam, yang jika tak dapat kuhindari pastilah aku tidak akan pernah pulang kembali ke Yavabhumipala tercinta.
SETELAH mengitari Istana Daming, dan antara lain melihat bahwa gerobak-gerobak tangan masih mengalir dari Balai Semangat Kilauan Berlian ke ...
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak