#165 Dalam Tekanan Pengepungan

December 14, 2014   

PADANG rumput menghijau dan para gembala di pedalaman semakin banyak yang menggiring ternak mereka, ketika pengepungan kotaraja telah berlangsung selama tiga bulan. Pada bulan Bhadrapada tahun 798 sebegitu jauh penduduk Chang'an masih bertahan. Sebaliknya, di pihak pemberontak sudah beberapa lama terlihat tanda-tanda perpecahan, bahkan sejumlah kelompok dari balatentara gabungan itu mulai mengundurkan diri dan meninggalkan medan pertempuran.

Memasuki musim panas, dengan semakin menghangatnya suhu udara, para anggota pasukan pemberontak yang sebagian besar terdiri atas para petani mulai berpikir, betapa banyak hal lain bisa mereka kerjakan selain berperang. Apalagi yang disebut perang kali ini, setelah hari-hari pertama yang penuh pertumpahan darah tetapi tak pernah berhasil menembus pertahanan, lebih merupakan perang kejiwaan ketika pengepungan terus dilakukan tanpa kehendak untuk menuntaskan selain untuk memberi tekanan. Semakin lama semakin tidak jelas untuk apa pengepungan itu dilakukan.

Di dalam kota, penduduk ternyata bisa segera menyesuaikan diri dengan menata segala sesuatunya seperti keadaan darurat perang. Pasokan bahan pangan dari luar kota yang menjadi sulit dalam pengepungan diatasi dengan berbagai perubahan dalam budaya makan, sehingga meskipun hanya mengandalkan persediaan bahan pangan dari gudang Pasar Barat maupun Pasar Timur, dalam perhitungan kasar penduduk Chang'an akan bisa bertahan. Namun dalam perhitungan yang lebih rinci lagi tentu terdapat perbedaan kemampuan bertahan mulai dari penduduk terkaya sampai yang termiskin.

Dalam hal Chang'an itu berarti kesenjangan antara penduduk kaya di bagian timur dan penduduk miskin di bagian barat semakin tertandai dan itu bukan tidak menimbulkan persoalan. Ketika jalanan di tengah kota yang menghubungkan Gerbang C'hung-Hsuan di utara dan Gerbang Mingoe di selatan masih terus digunakan untuk upacara arak-arakan kerajaan, maka jalanan yang menghubungkan Gerbang Chunming di timur sebagai pintu masuk dan Gerbang Jinguang di barat sebagai pintu keluar, yang sebelumnya menghubungkan berbagai wilayah pemukiman, selama pengepungan tidak lagi menjadi jalan bagi keberlangsungan yang sama.

Apabila di bagian timur kehidupan di balik tembok tidak tampak terpengaruh sama sekali oleh keadaan perang, maka di bagian barat perubahan terlihat dengan sangat jelas sejak hari pertama pengepungan. Ketika pengepungan memasuki bulan keempat, perbedaan tampak semakin nyata. Di bagian timur, kehadiran bulan purnama masih bisa dirayakan dengan minum arak; di bagian barat kebutuhan untuk makan tiga kali sehari mesti dicari dari hari ke hari, bahkan marak pemandangan orang mengemis dan gelandangan semakin banyak berkeliaran di mana-mana.

Jarak antara tembok pertahanan yang tinggi dan permukiman terdekat yang cukup jauh memang memungkinkan untuk bersikap seolah-olah tidak ada perang yang sedang terjadi. Serangan langsung pada hari-hari pertama memang menimbulkan kepanikan, bukan hanya karena terdengarnya suara-suara penyerbuan, jeritan korban, lolosnya penyusup yang membantai semua orang, dan ribuan anak panah yang turun dari langit seperti hujan, melainkan juga karena lemparan bola-bola api dan gedoran balok-balok kayu raksasa pada seluruh pintu gerbang Kotaraja Chang'an yang sungguh mendebarkan jantung.

Kuingat bola-bola api jerami atau sabut kelapa yang membuntal batu-batu yang telontar menimpa atap rumah penduduk dan membakarnya. Dalam hal orang berpunya akan dengan segera melayanglah para penjaga ke atap rumah untuk memadamkannya. Akan tetapi tidak semua orang tentunya sama kaya dan mampu membayar penjaga yang mampu melayang ke atas dengan seketika, sehingga bola-bola api segera pula menyalakan seluruh atap dan kebakaran pun terlihat di mana-mana. Betapapun kuakui kecekatan dan kesigapan para Pengawal Burung Emas yang tak hanya siap bertarung, tetapi juga mengatasi berbagai macam keadaan di mana pun tempatnya.

Namun dengan serangan-serangan langsung, dihentikannya penyusupan, tetapi tanpa melonggarkan pengepungan, membuat kehidupan berlangsung dengan aneh di Chang'an. Ketegangan yang tidak pernah hilang diatasi dengan berbagai macam perimbangan, yang meskipun tampak dipaksakan, bagiku tampak sebagai usaha manusia yang mengharukan agar tetap hidup manusiawi di tengah kebiadaban perang. Bukan hanya yang disebut musuh di luar tembok benteng yang telah menjadi sumber ketegangan, melainkan kejahatan yang tumbuh dari jalanan Chang'an! (bersambung)
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 8:37 PM
#165 Dalam Tekanan Pengepungan 4.5 5 Unknown December 14, 2014 Pada bulan Bhadrapada tahun 798 sebegitu jauh penduduk Chang'an masih bertahan. Sebaliknya, di pihak pemberontak sudah beberapa lama terlihat tanda-tanda perpecahan, bahkan sejumlah kelompok dari balatentara gabungan itu mulai mengundurkan diri dan meninggalkan medan pertempuran. PADANG rumput menghijau dan para gembala di pedalaman semakin banyak yang menggiring ternak mereka, ketika pengepungan kotaraja telah berlan...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak