#166 Kotaraya nan Rawan

December 15, 2014   

AKU telah kembali memasuki Chang'an pada bulan Asadha, atau bulan keduabelas dalam penanggalan yang berlaku di Yavabhumipala, pada tahun 797. Selama sebulan kutuntaskan kedukaanku atas tewasnya Yan Zi, yang dititipkan kepadaku oleh Angin Mendesau Berwajah Hijau dan seharusnya kulindungi, oleh tanganku sendiri. Dalam kesendirian di sekitar kuburan Yan Zi, kumasuki diriku sendiri untuk memeriksa kembali apakah aku masih pantas untuk terus hidup.

Pada suatu pagi aku bangun di tepi sebuah sungai dengan perasaan sudah mendapat jawaban, dan pada saat itulah aku berkelebat dengan kecepatan pikiran menuju Chang'an, meskipun hatiku bagaikan hati orang yang sudah mati. Saat itu belum satu kelompok pun meninggalkan pasukan pemberontak gabungan pimpinan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, tetapi penyerbuan sudah lama dihentikan dan para penyerbu tampak seperti ingin mengubur seluruh penduduk Chang'an di kotanya sendiri, meski dengan cara yang perlahan-lahan sekali.

Hasil pengepungan ini mulai tampak ketika wajah-wajah kemiskinan mengubah dirinya menjadi wajah-wajah kejahatan dan para penjahatnya setiap saat mengancam dari balik kegelapan. Namun itu tidak berarti kejahatan hanya muncul pada waktu malam, karena dalam kenyataannya juga berlangsung dari matahari terbit sampai terbenam, yang berarti berlangsung pada segala saat di segala tempat tanpa perkecualian.

Maka, di sebelah luar dan di sebelah dalam tembok tidak berlangsung sesuatu yang bertentangan seperti kebaikan melawan kejahatan, melainkan bahwa jika pertentangan antara yang berada di dalam tembok melawan yang di luar tembok tak dapat kuketahui siapa yang berada di pihak kebaikan dan siapa yang berada pada pihak kejahatan, maka di dalam tembok juga berlangsung pertentangan antara kebaikan dan kejahatan.

Dengan demikian yang terdapat bukanlah pertentangan antara pihak di dalam tembok dan pihak di luar tembok, melainkan lingkaran pertentangan luar, antara yang berada di dalam dan di luar tembok; maupun lingkaran pertentangan dalam, di dalam tembok, antara kebaikan yang terus terancam oleh kejahatan. Tembok benteng yang tebal dan tinggi itu ternyata tidak memisahkan apa pun!

Kong Fuzi berkata:

Umur 15 aku berniat belajar

Umur 30 kakiku mantap berpijak di bumi

Umur 40 aku tak lagi menderita oleh kebingungan

Umur 50 aku tahu apa saja tawaran Langit

Umur 60 kudengar mereka dengan telinga patuh

Umur 70 aku bisa mengikuti petunjuk hatiku sendiri;

yang kuinginkan tak lagi melampaui batas-batas kebenaran 1


Demikianlah jalanan Chang'an menjadi sangat tidak aman, ketika siapa pun bisa menjadi korban kejahatan siapa pun. Orang tua, perempuan, dan kanak-kanak menjadi sasaran, jika mereka membawa atau mengenakan apa pun yang bisa dijual atau ditukar makanan; tetapi lelaki dewasa pun tidak terjamin dapat berjalan sendirian tanpa gangguan. Seorang pemuda dapat dipukul kepalanya sampai pingsan dari belakang, lantas dua orang lain akan muncul untuk memeriksa apakah korban ini membawa uang. Korban yang melawan sangat rawan terhadap pembunuhan. Perampokan, penjarahan, pemerkosaan, penganiayaan, dan akhirnya pembunuhan menjadi peristiwa harian yang memualkan ketika Chang'an menghadapi pengepungan.

Dengan terbelahnya perhatian para Pengawal Burung Emas, antara mengamankan kehidupan kota dan membantu pertahanan, suasana di dalam kota jauh dari perasaan nyaman. Betapapun penduduk Chang'an sama sekali tidak sudi tinggal ketakutan di dalam rumah. Sebelum jam malam tiba, jalanan Chang'an tetap ramai seperti biasa. Hanya saja, demi keamanan, jika tidak dikawal atau membawa senjata, terutama untuk perempuan tidak dianjurkan untuk berjalan sendirian.

Penginapan Teratai Emas telah dibuka kembali, tetapi sangat jauh dari kegemerlapan dan keceriaannya yang biasa, betapapun menjadi tujuan pencari hiburan yang semakin dibutuhkan dalam suasana muram menekan. Namun aku sama sekali tidak ingin tinggal di tempat itu lagi. Dengan segala kenangan bersama Elang Merah dan Yan Zi, sama sekali tidak mungkin.

Aku memilih tinggal di sebuah wihara Buddha di petak terakhir pada sudut barat laut, yang merupakan tempat penampungan mereka yang bukan berasal dari Chang'an. Penduduk Chang'an dikatakan memang selaksa, tetapi sebetulnya telah bertambah terus, terutama karena sangat banyak yang tinggal sementara saja, tetapi yang selalu ada, sehingga jumlah keseluruhannya adalah dua kali selaksa itu 2. Pengepungan membuat mereka tetap di sana.

Di tempat itu pun selalu saja kuperlihatkan bahwa di punggungku tersoren menyilang sepasang pedang panjang melengkung. Dengan senjata itulah kulumpuhkan terlalu banyak penjahat kambuhan, yang telah memangsa orang-orang lemah tak berdaya, hidup maupun mati, sepanjang dua bulan sejak Asadha 797 sampai Bhadrapada 798 sekarang ini --tetapi orang yang kutunggu-tunggu tidak kunjung muncul juga... (bersambung)

  1. Arthur Waley, The Analect of Confucius [1989 (1938)], h. 89.
  2. Charles Benn, China's Golden Age: Everyday Life in the Tang Dynasty [2004 (2002)], h. 46.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 3:52 PM
#166 Kotaraya nan Rawan 4.5 5 Unknown December 15, 2014 Umur 15 aku berniat belajar. Umur 30 kakiku mantap berpijak di bumi. Umur 70 aku bisa mengikuti petunjuk hatiku sendiri; yang kuinginkan tak lagi melampaui batas-batas kebenaran. China's Golden Age: Everyday Life in the Tang Dynasty AKU telah kembali memasuki Chang'an pada bulan Asadha, atau bulan keduabelas dalam penanggalan yang berlaku di Yavabhumipala, pada tahun...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak