#172 Bayangan Menyerbu dari Empat Penjuru

December 21, 2014   

BIBIR yang dalam kegelapan hanya terasa kelembutannya itu memang tidak bermaksud menciumku, bahkan lebih dari sekadar pernapasan buatan, pendekar panah bersuara merdu itu telah menyalurkan tenaga dalamnya, sehingga bibir itu bukan hanya terasa lembut melainkan juga hangat. Kehangatan yang terasa mengalir dari bibir itu ke seluruh tubuhku, yang membuat luka-lukaku tak lantas menjadi sembuh, tetapi bahayanya terkurangi menjadi hanya luka luar, karena adalah luka dalam yang membuat napasku berhenti.

"Pendekar Tanpa Nama, lupakanlah masalah pribadimu demi kepentingan orang banyak," kudengar suara merdu, dan juga bau wangi, yang sejak awal kemunculan panah-panah itu sebetulnya sudah tercium, tetapi kehadirannya tidak terlalu kusadari.

"Ilmu silatmu terlalu tinggi untuk bisa terluka dengan terlalu mudah," katanya lagi, "Ingatlah bagaimana dirimu mendapatkan ilmu silat, dan apakah kamu pikir cukup sebanding apa pun masalahmu, untuk mati tanpa perlawanan terhadap mereka yang dikirim oleh orang yang kamu cari."

Aku masih tergeletak dalam usaha mengembalikan kesadaran ketika kudengar suara logam berdentang di lantai batu. Kulirik dan kulihat sepasang pedang panjang itu. Aku sudah berhasil memancing pemiliknya, meskipun ia hanya mengirim orang-orang bayaran untuk mengambilnya, dan nyaris berantakan karena kata-kata yang tanpa disengaja sungguh memukulku.

"Aku juga mencari orang yang sama, dan sampai hari ini belum kudapatkan juga, tetapi kuketahui bagaimana cara-caramu lebih mungkin untuk memancingnya, karena kamu berhasil membuat dia hadir tanpa kehadirannya, dengan kesan yang sama sekali tidak dia kehendaki."

Kuingat kembali betapa sudah lama diriku memburunya dan telah melepaskan peluang untuk mendapatkannya.

"Dia adalah seorang petugas rahasia, tetapi kamu membuatnya seolah dia lupa akan tugas-tugas rahasia itu. Sungguh cara yang nyaris berhasil jika kamu tidak menyia-nyiakannya. Apa pun penyebabnya, kamu telah merusak hasil pekerjaanmu sendiri."

Namun pedang itu masih di tanganku, kukira dia masih akan menghendakinya, atas nama kehormatan seorang pendekar, tetapi tuntutan pekerjaan memaksanya untuk bergerak secara rahasia.

Apakah kiranya yang membuat pendekar panah ini juga mencarinya?

"Jika kamu sudi, wahai Tuan Pendekar, kita bisa bekerja sama."

Perempuan pendekar yang bersuara merdu dan selalu membawa bau wangi itu telah menyelamatkan jiwaku. Apa yang bisa kukatakan untuk menolaknya?

Laozi berkata:

Sang Jalan

hanyalah jalan kembali;

Satu-satunya mutu kegunaan

hanya kelemahannya.

Ketika segenap makhluk di bawah langit

adalah hasil Keberadaan,

keberadaan itu sendiri

dihasilkan Ketakberadaan. 1


Setelah menyalurkan tenaga dalam dengan cara seperti itu, perempuan pendekar tersebut mengangkat tubuh, mengalungkan tangan kiriku ke pundaknya, dan kami pun terseok seperti dua orang mabuk pada malam yang sudah menjadi sangat amat kelam. Tentu kedua pedang panjang melengkung itu telah disarungkannya kembali ke punggungku.

Jam malam sudah berlaku. Jika para Pengawal Burung Emas memergoki kami, tentu mereka tidak akan melepaskan kami tanpa menghukum terlebih dahulu, meski sebagai orang dari dunia persilatan kami dapat berkelebat menghilang. Chang'an saat jam malam pada masa darurat perang ini bukannya menjadi sepi, atau tepatnya memang sunyi dan sepi tetapi di balik kegelapan selalu ada bayangan mengendap atau berkelebat, yang jika tidak berasal dari para penjahat kambuhan tentu adalah orang-orang dari dunia persilatan, baik golongan putih maupun golongan hitam.

Maka demikianlah di suatu perempatan yang gelap di dekat sudut barat laut, kami ketahui betapa sejumlah orang telah mengintai dan mengawasi dari empat penjuru. Terdengar suara tawa yang dingin di balik kegelapan itu.

"Hmmm. Delapan Naga telah gagal dalam menjalankan tugasnya, tapi jangan harap itu akan terjadi lagi malam ini."

Lantas mereka pun muncul dari balik kegelapan. Tetap saja hanya bayangan hitamlah yang dapat kami saksikan.

"Serahkanlah kedua pedang itu sekarang, jika ingin nyawa kalian tetap bertahan di dalam tubuh busuk kalian itu."

Kudengar kata-kata itu. Luka dalamku telah disembuhkan, tetapi tubuhku yang terajam sepasang pentungan dan cincin tertajam itu tetap saja tubuh yang terluka.

"Janganlah bergerak," pendekar panah itu berbisik, "semuanya bisa kuatasi."

Sangatlah tidak enak perasaanku dilindungi dan dibela dalam keadaan tidak berdaya seperti ini.

"Aku bisa membela diriku sendiri," kataku sambil berusaha meraih kedua pedang panjang melengkung itu.

Namun ternyata gerakan tanganku itu telah membuat luka-luka sayatan cincin tertajam membuka, dan betapa sakitnya sungguh luar biasa.

"Aaahh!"

"Sudah aku katakan, jangan bergerak! Kamu akan menyulitkan diriku!"

Saat itu, empat bayangan berkelebat menyerbu, dari empat penjuru! (bersambung)


1. Ayat ke-15 dari Daodejing, diterjemahkan dari Arthur Waley, The Way and Its Power: the Tao Te Ching and its place in Chinese thought [1977 (1934)], h. 192.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 2:05 PM
#172 Bayangan Menyerbu dari Empat Penjuru 4.5 5 Unknown December 21, 2014 Sang Jalan hanyalah jalan kembali; Satu-satunya mutu kegunaan hanya kelemahannya. Ketika segenap makhluk di bawah langit adalah hasil Keberadaan, keberadaan itu sendiri dihasilkan Ketakberadaan. - The Way and Its Power: the Tao Te Ching and its place in Chinese thought BIBIR yang dalam kegelapan hanya terasa kelembutannya itu memang tidak bermaksud menciumku, bahkan lebih dari sekadar pernapasan buatan, pen...


3 comments:

  1. Replies
    1. yah bsk lah om.kan 1 hari 1 cerita. ini kan diambil dari cerbung di harian jawapos. yg no.173 baru bsk terbit nya di jawapos. kita jg baru bisa lanjut bsk sore nya om.he.he.he...

      Delete
    2. Hahaha oke oke om. Pokoknya sbg pembaca setia, saya akan selalu rajin mampir dan ikut mempromosikan blog ini...

      Delete

Silahkan berkomentar dengan bijak