#175 Malam Terakhir Para Pengepung

December 24, 2014   

SEJAK hari pertama pengepungan pada pertengahan bulan Jyesta tahun 797 1, lebih dari tiga bulan yang lalu, sebenarnyalah Maharaja Dezong tidak tinggal diam. Diutusnya sejumlah anggota pengawal raja yang mengikutinya agar menghubungi para panglima pasukan penjaga perbatasan, baik yang berada di perbatasan Kerajaan Tibet maupun di wilayah yang berbatasan dengan suku-suku Uighur di utara. Para panglima dari wilayah-wilayah tersebut harus bertemu lebih dahulu untuk menentukan pasukan manakah yang bisa ditarik untuk membebaskan Chang'an, berdasarkan genting dan tidaknya keadaan di perbatasan.

Dalam pertemuan para panglima ternyata dipertimbangkan bahwa pasukan penjaga perbatasan yang mana pun dari kedua wilayah tersebut tidak ditarik ke kotaraja, meskipun hanya separonya, karena pengurangan yang besar akan tampak jelas dalam pengamatan, dan lebih besar kemungkinannya untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh pihak lawan. Selama ini pun, demikian pertimbangan para panglima, perjanjian perbatasan sering dilanggar oleh pihak lawan setiap kali terdapat kesempatan, sehingga penarikan pasukan secara besar-besaran sangat mungkin bukan hanya berakibat pelanggaran, melainkan penyerbuan besar pula sampai ke Chang'an.

Betapapun Chang'an harus diselamatkan, sehingga diputuskan untuk mengirim pasukan penjaga perbatasan cadangan yang selama ini ditempatkan di ujung paling barat dari perbentengan Tembok Besar, yakni dari Jiayuguan yang terletak di wilayah Longyu. Dengan demikian bantuan yang dikirim ini bukan hanya cukup besar, tetapi juga sangat terlatih, mengingat medan sekitar Jiayuguan yang berat. Hanya saja Jiayuguan sekarang tidak berada dalam keadaan genting, sehingga setidaknya tiga perempat bagian di antaranya bisa diberangkatkan.

Cuaca buruk dalam perjalanan yang sangat jauh dari Longyu ke Huainan 2, tempat Kotaraja Chang'an berada, memang memperlambat tibanya pasukan, tetapi juga menguntungkan karena ketika mereka tiba pada awal bulan Bhadrapada tahun 798, dan tidak menunggu waktu lama untuk menyerang, balatentara Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang itu sudah cukup lelah jiwa maupun raganya. Jika pertempuran dapat menjadi saluran bagi segala persoalan, pengepungan adalah kemampuan menahan dan mengelola segala persoalan dalam waktu panjang. Maka meskipun hari-hari pertempuran hanya berlangsung pada awal pengepungan kota, pengepungan itu sendiri tidak kalah beratnya.

Jumlah pasukan resmi Negeri Atap Langit hanya sepertiga balatentara pengepung, yang setelah ditinggalkan berbagai kelompok yang pulang ke tempat asal masing-masing, mungkin hanya tinggal sekitar 80.000 saja. Namun tentara pasukan pemerintahan Wangsa Tang yang tidak sampai 25.000 orang ini adalah pasukan tempur, bukan petani maupun penjahat kambuhan atau sekadar orang-orang sakit hati yang dilatih sebentar sebelum berangkat melakukan pemberontakan. Demikianlah kata pemberontakan mungkin terdengar sebagai gagasan yang gagah, tetapi bertempur itu adalah tindakan yang bisa bertentangan dengan gagasan.

Sun Tzu berkata:

aturannya adalah

jangan mengepung kota bertembok jika dapat dihindari

persiapan mantel, kubu bergerak, dan berbagai peralatan perang

perlu waktu tiga bulan

menumpuk gundukan tanah pada tembok

butuh tiga bulan lagi 3


Apakah yang dikehendaki Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang jika diketahuinya betapa pengepungan ini tidak dapat meruntuhkan pertahanan Chang'an? Aku masih berada di atas tembok ketika kusaksikan pasukan pemberontak yang bagaikan berada pada akhir tenaganya, terus-menerus terbantai dan terdesak sampai mendekati tembok.

Panah Wangi menggamitku. Kami harus berpindah tempat ketika pasukan pertahanan mulai memenuhi tembok, tampaknya perkembangan di luar tembok itu dengan cepat telah ditanggapi. Para pemanah berderet mengisi setiap celah pada benteng, menarik busur mereka dan membidik. Pada saat punggung pasukan pemberontak yang terus mundur itu mencapai jarak bidik, anak panah masing-masing pasti segera berlesatan menuju sasaran. Namun sebelum itu terjadi, aku sudah berkelebat dan tidak berada di tempat itu lagi. (bersambung)


  1. Meskipun berada di Tiongkok, Pendekar Tanpa Nama selalu mengacu bulan yang berlaku di Jawa abad ke-8, maka pertengahan Jyesta (12 Mei - 12 Juni) itu bukanlah tanggal 15, ketika bulan terang, melainkan sekitar dua minggu kemudian saat bulan mati.
  2. Nama-nama abad ke-8 ini tidak berlaku lagi sekarang, Longyu adalah Gansu, dan Huainan adalah Shaanxi. Peta kuna dari J. A. G. Roberts, A History of China (2006), h. xix.
  3. Pada masa Sun Tzu (warga Negeri Qi, tempat Raja Wu, He Lu, memerintah dari 514-496 SM) tanah ditumpuk setinggi benteng musuh, untuk mencari titik lemah pertahanan, dan menghancurkannya. Tengok Lionel Giles, Sun Tzu's Art of War [2008 (1910)], h. 10, 77.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 4:37 PM
#175 Malam Terakhir Para Pengepung 4.5 5 Unknown December 24, 2014 Aturannya adalah jangan mengepung kota bertembok jika dapat dihindari. Persiapan mantel, kubu bergerak, dan berbagai peralatan perang perlu waktu tiga bulan. Menumpuk gundukan tanah pada tembok butuh tiga bulan lagi - Lionel Giles, Sun Tzu's Art of War SEJAK hari pertama pengepungan pada pertengahan bulan Jyesta tahun 797 1 , lebih dari tiga bulan yang lalu, sebenarnyalah Maharaja Dezong ti...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak