#176 Kembang Api Kematian di Angkasa

December 25, 2014   

BERSAMA Panah Wangi yang dengan ilmu meringankan tubuhnya mampu berlari lebih cepat dari kecepatan anak panahnya sendiri, aku mengelilingi tembok benteng yang melindungi empat sisi Chang'an, dan menyaksikan betapa dalam luasnya kekelaman malam, deretan api bencana dari tenda-tenda yang terbakar tiada lebih dan tiada kurang hanyalah tampil sebagai keindahan. Namun betapa semunya keindahan bagi mata yang memandang itu, jika kobaran api hanyalah menerangi petaka kemanusiaan bernama perang, tempat segala kecerdasan dalam siasat dan tipu daya dipersembahkan bagi pemusnahan.

Kemudian bukan hanya tenda-tenda, tetapi segala peralatan yang semula dimaksudkan untuk menembus pertahanan Chang'an, seperti pelontar bola-bola peledak, gerobak balok-balok kayu penghancur gerbang, dan tangga-tangga beroda dengan panggung di atasnya yang tidak pernah dipergunakan lagi, karena selalu gagal mendekati tembok kota juga dibakar, menjadi obor-obor raksasa yang menerangi angkasa. Maka bukan hanya pelontarnya, tetapi juga sisa bola-bola peledak segera dimusnahkan dengan cara meledakkannya. Demikianlah langit menjadi terang benderang oleh berbagai ledakan di segala penjuru, bola-bola api beterbangan dan meledak di langit malam menjadi kembang api.

Dalam permainan cahaya pesta raya, maut bertebaran bagaikan peserta riang gembira, memperlihatkan pemandangan perang yang begitu purba dengan iringan tambur-tambur raksasa, yang ketika ditabuh sekuat tenaga dalam kegelapan malam bagai membahana dari langit adanya Bendera-bendera yang seperti sengaja dibuat jauh lebih besar ukurannya menyibak langit, dari segala arah menuju ke segala arah, bagai digerakkan tangan-tangan raksasa, menggetarkan siapa pun yang berada di bawahnya. Nyawa, yang kali ini kembali dibanting harganya, dapat dipastikan terlalu banyak yang membubung ke udara bersama percik-percik api pembakaran dan segala ledakan, sebelum disapu angin dingin dari utara.

Pasukan berkuda melaju dari tenda ke tenda dan membakarnya dalam serangan pertama, disusul pasukan jalan kaki berlari bagaikan banjir bandang yang menenggelamkan segalanya, ketika semua orang yang berlarian keluar tenda dengan setengah tertidur ditewaskan segera tanpa harus ditanya apakah sudah siap kehilangan nyawa. Darah semburat karena sabetan pedang, tubuh terdorong tombak sampai menancap pada uang yang sudah menyala, kepala berubah bentuk karena ditimpa gada berat sekuat tenaga, kuda yang meringkik sambil mengangkat kaki tinggi-tinggi dengan penunggang yang melecut-lecutkan cambuk berduri, segala usaha pemusnahan yang begitu menyakitkannya sehingga hanya kemadanian yang menjadi jalan pembebasan.

Laozi berkata:

Dao

tak pernah menjalankan;

tapi melaluinya segala sesuatu terselesaikan. 1


Dari tembok sisi barat bagian selatan kami telah melesat ke Gerbang Yanping dan segera berkelebat lagi ke Gerbang Jinguang, tetapi di mana pun pemandangannya masih sama, yakni raungan kemalangan dan ketegaan penuntasannya. Para pemberontak yang meskipun mengenal pimpinan dan bawahan, tetapi tidak menunjukkannya dalam busana maupun tanda kepangkatan, berhadapan dengan tentara berseragam yang penuh keyakinan tampak dalam kedudukan serbakasihan. Busana mereka yang telah semakin kumal setelah memasuki bulan keempat pengepungan, membuat pasukan pemberontak yang tak seorang pun pernah bersua dengan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang itu tampak mengenaskan.

Mereka yang berasal dari dunia persilatan maupun perkumpulan rahasia, memiliki kemampuan dan kemungkinan terbesar untuk menyelamatkan diri dan lolos dari air bah kematian ini, bahkan kami dapat melihat bagaimana mereka dapat melenting dan berkelebat, dan pada gilirannya membalas pula. Kami saksikan misalnya suatu bayangan yang melenting-lenting di atas kepala para prajurit yang sedang bertempur, dengan gerakan terindah bagaikan penari, tetapi yang setiap kali tangannya mengibas, melesatlah jarum-jarum beracun yang menebarkan maut ke segala penjuru.

Bahkan para perwira pasukan pemerintah yang berloncatan mengepungnya, dalam satu jurus pun sudah tewas semua. Benarkah tiada lawan yang mungkin baginya? Kemudian kami saksikan betapa orang-orang persilatan ini, dari golongan putih maupun golongan hitam, semakin banyak berkelebat tanpa tandingan di tengah gemuruh pertempuran.

Pendekar Panah Wangi melirikku, dalam cahaya api dari medan pertempuran di luar tembok benteng, baru kusadari betapa perempuan pendekar ini cantiknya sungguh tiada terperi. Namun kukira perempuan pendekar ini melirikku hanya dalam satu arti, yakni suatu pertanyaan apakah kami perlu turun tangan menghalangi pembantaian orang-orang persilatan terhadap para prajurit kerajaan ini. (bersambung)


1. Dari ayat ke-37 dalam Daodejing melalui Arthur Waley, The Way and Its Power: the Tao Te Ching and its place in Chinese thought [1977 (1934)], h. 188.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 7:09 PM
#176 Kembang Api Kematian di Angkasa 4.5 5 Unknown December 25, 2014 Dao tak pernah menjalankan; tapi melaluinya segala sesuatu terselesaikan. - Arthur Waley, The Way and Its Power: the Tao Te Ching and its place in Chinese thought BERSAMA Panah Wangi yang dengan ilmu meringankan tubuhnya mampu berlari lebih cepat dari kecepatan anak panahnya sendiri, aku mengelilingi t...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak