#178 Pertarungan Tingkat Naga

December 27, 2014   

AKU sengaja tidak membalikkan badan, karena tahu itulah suatu jebakan. Membalikkan badan bukanlah kuda-kuda atau jurus tertentu, bahkan Jurus Penjerat Naga pun, yang seluruh jurusnya tidak seperti jurus, tidak menyediakan pembalikan badan tanpa pertahanan seperti itu. Sebaliknya, jika aku dapat membuatnya menyerangku dalam keadaan memunggunginya seperti ini, maka saat itulah dia masuk ke dalam jebakan Jurus Penjerat Naga.

Langit begitu hitam sehingga penerangan dari api segala pembakaran dan berbagai ledakan sangat besar artinya. Aku tidak bergerak dan dia pun tidak bergerak. Aku tahu kami sudah langsung memasuki tingkat pertarungan tertinggi, pertarungan tingkat naga. Tiadalah diriku akan mengira betapa kujalani pertarungan tingkat tertinggi ini di sini, nun jauh di Negeri Atap Langit, bukan di puncak gunung pada terang bulan nan sunyi, tetapi di tengah hiruk-pikuk pengesahan kebiadaban purba pada bulan mati.

Jurus Penjerat Naga dipelajari Sepasang Naga dari Celah Kledung yang mengasuhku sebagai kesiapan jika bentrok dengan lawan bertingkat naga. Di seluruh Yavabhumipala hanya terdapat sembilan pendekar tingkat naga, dan semuanya tergabung dalam Pahoman Sembilan Naga yang bertugas menjaga keseimbangan dunia persilatan. Sepasang Naga dari Celah Kledung pernah diminta menjadi naga kesepuluh, tetapi menolaknya. Semenjak itulah keduanya mempersiapkan Jurus Penjerat Naga dan mewariskan kitab Jurus Penjerat Naga yang ditulis Pendekar Satu Jurus lebih dari 100 tahun sebelumnya.

Aku mempelajari Jurus Penjerat Naga dengan cara yang aneh, yakni dalam bimbingan seorang bhiksu tua yang terus-menerus menyerang dengan cara tertentu sebelum menghilang. Baru kusadari kemudian betapa itu tiada lebih dan tiada kurang merupakan cara pengenalan jurus maupun latihannya, yang kemudian dalam kesendirian di sebuah bangsal dapat kuperdalam. Belum pernah kuhadapi seorang pendekar tingkat naga sebelumnya, tetapi Naga Hitam melalui kaki-tangannya bahkan sampai Chang'an masih terus-menerus mengejarku.

Kini kuhadapi seorang pendekar setingkat itu. Aku memegang kedua pedang panjang melengkung yang masih bersimbah darah orang-orang golongan hitam. Namun aku mempunyai perasaan bahwa orang ini dari golongan putih, bahkan suaranya seperti menyatakan betapa seluruh rambutnya pun sudah memutih. Apakah aku harus membunuh seorang tua berambut putih dari golongan putih? Betapapun, saat itu dan di situ, setelah diingatkan Panah Wangi, aku tidak mau mati terbunuh.

Mengzi berkata:

kata-kata orang besar tidak wajib dipercaya

begitupun tindakannya yang jelas lurusnya;

tetapi ia melakukan kebenaran terbutuhkan;

pertimbangan sesuai keadaan 1


Sudah berapa lama kami berdiri seperti itu di tengah pertempuran yang setiap saat makin menggila? Aku masih memunggunginya dan siapa pun dia masih menatap punggungku. Jika aku berbalik maka itu berarti memasuki kedudukan terlemahku, dan dalam pertarungan tingkat naga setiap unsur terkecil dari kesalahan langsung berarti kematian.

Kedudukan orang itulah yang justru sudah terkunci. Jika menyerang artinya ia sudah masuk perangkap Jurus Penjerat Naga. Jika ia berbalik dan pergi maka saat itulah pertahanannya terbuka dan kematiannya tiba. Tidak ada yang bisa kulakukan dan tidak ada pula yang bisa dilakukannya, selain menunggu diriku berbalik dan menyerangnya, sehingga pertahananku terbuka, yang karenanya tidak akan pernah kulakukan pula.

Ruang dan waktu kami memisahkan diri meski kami tak pernah pergi dari medan pertempuran ini. Kami seperti berdiri di tengah sungai besar yang arusnya deras sekali, sehingga dunia terasa berputar mengitari meski yang mengelilingi kami adalah pertempuran itu sendiri. Perhatian kami terpusatkan dengan sangat tinggi. Di tengah pertempuran artinya pasukan kedua belah pihak juga saling membunuh di antara kedudukan kami, dan kami tetap mematung saling menunggu tanpa peduli, karena sedikit saja lengah hanyalah berarti kematian salah satu dari kami.

Kudengar suara tambur tapi tak kudengar suara tambur, kulihat api berkobar tapi tak kulihat api berkobar, kudengar jerit kesakitan dan raung kebuasan tetapi tak kudengar jerit kesakitan dan raung kebuasan ditingkah ringkik kuda yang mengangkat kaki setinggi-tingginya di depan mata. Kami berada di sana tetapi tampak seperti tidak berada di sana, seolah-olah kami berada di sana padahal tidak berada di sana. Kami berada di dunia persilatan yang meskipun berpijak di bumi memiliki ruang dan waktu kami sendiri.

Pertempuran berkecamuk dengan sengit dan kami berada di tengah-tengahnya, masih berdiri saling menanti dengan kewaspadaan yang sangat tinggi, karena hanya kelengahan sesaat akan berakibat kematian. (bersambung)


1. Melalui Fung Yu-lan, The Spirit of Chinese Philosophy (1944), diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh E. R. Hughes (1947), h. 22.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 4:42 PM
#178 Pertarungan Tingkat Naga 4.5 5 Unknown December 27, 2014 kata-kata orang besar tidak wajib dipercaya, begitupun tindakannya yang jelas lurusnya; tetapi ia melakukan kebenaran terbutuhkan; pertimbangan sesuai keadaan - The Spirit of Chinese Philosophy AKU sengaja tidak membalikkan badan, karena tahu itulah suatu jebakan. Membalikkan badan bukanlah kuda-kuda atau jurus tertentu, bahkan Juru...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak