#183 Melampaui Jurus Ke-2.000

January 1, 2015   

DI malam yang kelam, di atas wuwungan, dengan hanya bulan sabit menghiasi langit, dan kecepatan pikiran yang tidak dapat diikuti mata telanjang, pertarungan kami jelas tidak dapat diikuti orang awam. Namun bagi yang cukup berilmu untuk mengikutinya, kukira pertarungan kami dapat diikuti dengan pandangan seperti menonton tarian. Permainan sepasang pedangnya indah, yang menggugahku untuk mengimbanginya dengan keindahan pula, yang sebetulnyalah masing-masing merupakan keindahan maut, keindahan dengan tujuan mencabut nyawa!

Dengan segera kukenali betapa ilmu pedang yang digunakannya adalah Ilmu Pedang Aliran Naga. Sejauh kukenali Ilmu Pedang Mata Cahaya yang sering dimainkan Yan Zi, inilah rupanya yang menjadi sumbernya! Aku bahkan tidak memerlukan Jurus Bayangan Cermin karena sudah mengenalinya. Demikianlah aku menangkis, menangkis, dan menangkis, tetapi kemudian maju mendesaknya dengan ilmu pedang yang pertama kali kupelajari, yakni Ilmu Pedang Cahaya Naga. Maka ia pun melenting, melenting, dan melenting, sebelum menyerang kembali.

Pertarungan antara Ilmu Pedang Aliran Naga melawan Ilmu Pedang Cahaya Naga ini, betapapun memperlihatkan Ilmu Pedang Aliran Naga itulah yang menjadi sumber pengembangan Ilmu Pedang Cahaya Naga. Adapun pengembangan terpenting adalah kecepatannya yang menjadi kecepatan cahaya. Namun karena sejak awal kami telah bergerak dengan kecepatan pikiran, maka peningkatannya tak dapat dilihat mata awam, meski di atas wuwungan ini, jika seseorang belum tidur dan mendengarkan, sebetulnya cukup terdengar jelas juga suara kesiur angin dan benturan logam.

Aku tak ingin orang-orang yang tinggal di tempat penampungan ini terbangun, apalagi jika kemudian mengenaliku. Meskipun mata orang awam tidak akan dapat menyaksikan pertarungan dengan kecepatan pikiran, aku tidak boleh gegabah mengandaikan semua orang yang berada di tempat penampungan itu tidak berasal dari dunia persilatan. Bukankah beberapa kali kukatakan, betapa terbuka kemungkinan terdapatnya seorang mpu yang menyembunyikan dirinya sebagai pedagang biasa di pojok pasar yang gelap dan berbau apak? Begitu dengan mpu, begitu pula dengan seseorang bertingkat pendekar, yang meskipun menguasai ilmu silat sepenuhnya tidak berminat terlibat dengan dunia persilatan itu sendiri.

Mozi berkata:

saling mencintai secara semestawi

akan menguntungkan satu sama lain;

saling membenci secara semestawi

akan menyakiti satu sama lain.1

Maka kudesak ia agar menjauh dari tempat penampungan yang menjadi tempat tinggal nyamanku selama ini. Sekali saja ada yang mengenaliku dalam pertarungan di atas wuwungan, hilang sudah ruang ketenangan yang sudah kudapati dan merupakan ruang istirah selama ini.

Mula-mula aku berhasil membuatnya melenting ke rumah abu yang juga berada di dalam petak, tetapi belum lagi hinggap sudah kuserang dia agar melenting dan melenting lagi, sampai ia terpaksa menggunakan ilmu cicak, agar telapak kakinya yang bersepatu dapat menempel pada dinding pagoda setinggi 330 kaki itu. Dengan ilmu cicak yang sama aku terus menempel pergerakannya. Dalam sekejap keempat pedang sudah saling berbenturan seratus kali, meski belum satu kali pun kami saling mengenai. Dari tingkat ke tingkat ia melenting ke atas dengan ilmu meringankan tubuh yang tampak sangat tinggi, menjejak batas setiap tingkat yang menonjol pada dinding pagoda.

Inilah pagoda yang sengaja didirikan untuk melawan daya yin yang merugikan dari Danau Lekuk Ular di bagian barat kota. Dengan masing-masing memegang dua pedang kami masih menarikan ilmu pedang kami masing-masing, Ilmu Pedang Aliran Naga melawan Ilmu Pedang Cahaya Naga, tempat jurus-jurus dengan kecepatan pikiran ditandingi oleh jurus-jurus dengan kecepatan cahaya. Setiap kali meningkat jurus yang kami mainkan, kami pun naik berganti tingkat dan bertarung dengan tubuh miring, kaki menempel dengan ilmu cicak, tetapi tetap lincah babat-membabat dan tendang-menendang.

Fajar merekah ketika 2.000 jurus sudah kami lampaui dan tiba di puncak pagoda. Aku khawatir, para bhiksu yang melakukan upacara naik dan berdoa di puncak pagoda akan dapat menyaksikan pertarungan ini. Bukankah guru-guru Perguruan Shaolin adalah para bhiksu pula? (bersambung)


1. Mozi (475-395 SM) termasuk filsuf era pra-Qin yang berasal dari negeri Lu dan bergiat di negara Song. Seperti banyak filsuf semasa itu, ia yang selalu kritis terhadap ajaran Kong Fuzi mengabdi kepada tujuan menata dan membangun kembali ketertiban sosial. Tengok Wen Haiming, Chinese Philosophy [2012 (2010)], h. 55-6.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 2:54 PM
#183 Melampaui Jurus Ke-2.000 4.5 5 Unknown January 1, 2015 saling mencintai secara semestawi akan menguntungkan satu sama lain; saling membenci secara semestawi akan menyakiti satu sama lain - Chinese Philosophy [2012 (2010)] DI malam yang kelam, di atas wuwungan, dengan hanya bulan sabit menghiasi langit, dan kecepatan pikiran yang tidak dapat diikuti mata telanj...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak