#185 Hakim Hou

January 3, 2015   

HAKIM Hou di Chang'an sering disebutkan dalam napas yang sama dengan Hakim Dee yang hidup lebih dari 100 tahun sebelumnya. Dengan kekuasaan yang besar, Hakim Hou terkenal karena kehendak kuat agar hukum ditegakkan seadil-adilnya. Ia tidak peduli apakah pihak yang bersalah itu penjahat kambuhan atau bangsawan, karena siapa pun yang terbukti bersalah harus dihukum.

Sudah banyak sekali orang kaya dan pejabat tinggi pemerintah yang berusaha menyuapnya, dengan harta benda dan segala kesenangan duniawi, tetapi bukan saja usaha itu gagal, melainkan menjadi penyebab tambahan yang membuat mereka dihukum berat. Mulai dari sarjana susastra, tentara, baik perwira maupun bawahannya, sampai pendeta, rahib, padri, dan bhiksu, lelaki maupun perempuan, tanpa pandang bulu tetap sama di mata hukum.

Dalam keadaan darurat perang, kekacauan di dalam kota yang seolah tanpa peraturan tidak membuatnya mengendur. Semua pelaku kejahatan tetap dilacak sampai tertangkap, dan jika belum bisa tertangkap akan terus diburu. Tidak ada pelaku kejahatan yang dibiarkan hidup tenang, dan para pelaku kejahatan itu sendiri ternyata juga tidak tinggal diam. Sejak masih menjadi hakim dari desa ke desa di pedalaman sudah sering Hakim Hou menghadapi ancaman pembunuhan, keluarganya diculik dan dijadikan sandera, bahkan tidak jarang diserang begitu saja ketika sidang pengadilan berlangsung.

Keadaan ini wajarlah jika mempersyaratkan sang hakim untuk memiliki ilmu silat yang tinggi, lengkap dengan segala lwee-kang dan gin-kang, yakni tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh, karena kuasa kejahatan yang terjamin akan selalu memaksakan kehendaknya. Dengan cara kasar maupun halus, licik maupun licin, segala daya kejahatan selalu menguji kesabaran, ketabahan, dan keberanian Hakim Hou, yang tidak terlihat pernah bosan menegakkan hukum.

Kejahatan marak duapuluh kali lipat semasa pengepungan dan sesudahnya, dan jumlah para petugas kehakiman sungguh tidak berimbang dengan perkembangan kejahatan yang merajalela dalam kekacauan itu. Betapapun dengan segala kekurangannya, Hakim Hou tidak pernah suka penghukuman tanpa pengadilan.

"Apa itu dunia persilatan? Tidak ada hukum lain di Kotaraja Chang'an kecuali hukum Negeri Atap Langit. Jika setiap orang boleh membunuh orang lain hanya berdasarkan pertimbangannya sendiri, mengapa sebuah negara harus berdiri?"

Tentu Hakim Hou harus mengatakan itu, meski banyak orang yang bersyukur setiap kali para penjahat kambuhan bergelimpangan di jalan dengan anak panah berbau harum di dahinya, maupun dengan luka silang sabetan dua pedang panjang melengkung.

Laozi berkata:

mengalahkan yang lain-lain

adalah kekuasaan,

mengalahkan diri sendiri

adalah kekuatan. 1

Para petugas kehakiman yang menyidik bukti-bukti di tempat kejadian perkara ternyata sampai kepada kesimpulan bahwa benda tajam yang menembus dada sampai tembus ke punggung orang yang jatuh ini sama dengan benda tajam yang membuat mayat-mayat para penjahat kambuhan bergelimpangan di jalanan Chang'an. Bahkan setelah melakukan pemeriksaan seksama, dapat diketahui betapa senjata pembunuh ini adalah sepasang pedang panjang melengkung, sama dengan senjata milik Harimau Perang, kepala mata-mata pemerintahan Wangsa Tang yang baru. Memang hanya Harimau Perang yang memiliki senjata seperti itu.

"Bayangan yang berkelebat dalam gelap itu memang seperti Harimau Perang yang berambut panjang, menyoren sepasang pedang panjang yang menyilang di punggungnya, busananya yang melebar pada bahu membuat dirinya kekar," demikianlah kesaksian semua orang, kepada siapa sengaja kuberi kesan, bahwa diriku adalah Harimau Perang. Agar dirinya mencariku dan aku bisa menyelesaikan urusanku.

Apa yang kupikirkan menjadi kenyataan, tetapi dengan perkembangan di luar dugaan. Hakim Hou secara resmi meminta agar Kepala Mata-Mata Negeri Atap Langit Harimau Perang menyerahkan senjatanya untuk diperiksa. Harimau Perang ternyata bukan hanya tidak bersedia menyerahkan senjatanya, melainkan justru mengajukan surat pengunduran diri.

Namun Hakim Hou tetap menginginkan dia ditangkap, maka Harimau Perang pun kini hilang dan menjadi buronan.

"Dia tidak mungkin mengakui bahwa senjatanya jatuh ke tanganmu, karena sebagai pendekar itu memalukan sekali," ujar Panah Wangi. "Tapi ia tetap akan mencari dan berusaha merebut pedangnya, jika tidak dengan segala cara membunuhmu."

Kukira aku tidak bisa menyalahkannya, seperti dirinya juga tidak bisa menyalahkanku telah mencarinya sampai jauh nun di sini. (bersambung)


1. Melalui Wen Haiming, Chinese Philosophy [2012 (2010)], h. 40.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 1:20 PM
#185 Hakim Hou 4.5 5 Unknown January 3, 2015 mengalahkan yang lain-lain adalah kekuasaan, mengalahkan diri sendiri adalah kekuatan - Chinese Philosophy HAKIM Hou di Chang'an sering disebutkan dalam napas yang sama dengan Hakim Dee yang hidup lebih dari 100 tahun sebelumnya. Dengan kekuas...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak