#198 Orang Kebiri Membawa Keledai

January 16, 2015   

PENUNTUN keledai itu tidak sempat menjawab, karena yang menjadi masalah sudah muncul di ujung lajur tersebut, dengan seragam sutra mereka yang berwarna ungu dengan corak yang tidak dapat kami ketahui sebetulnya gambar apa. Terdapat beberapa jenjang jabatan orang kebiri di istana dan tiap jenjang ditandai dengan warnanya.

Mereka segera beranjak meninggalkan kedai, yang dengan itu segera menjadi lengang. Kami saling berpandangan dan segera mengerti.

Kami lihat semua keledai yang ada, lengkap dengan penuntunnya, digiring berurutan keluar Pasar Timur dan kami pun mengikutinya. Tentu kami harus cukup berjarak karena kami baru saja berada dalam satu kedai dengan mereka semua. Setidaknya lima orang kebiri an jen atau pengawal istana memimpin rombongan, dalam jalanan ramai Chang'an, dengan cara yang tidak terlalu menarik perhatian.

Keluar dari Pasar Timur, yang petaknya terbagi dalam sembilan bidang bujur sangkar, melalui pintu utara, rombongan langsung terbagi dua. Tigapuluh keledai dan penuntunnya dibawa berbelok ke arah kiri, dan inilah yang kuikuti; sedangkan duapuluh keledai berbelok ke kanan, dan inilah yang diikuti Panah Wangi. Nanti Panah Wangi akan menceritakan bagaimana duapuluh keledai ini segera berbelok ke kiri, di jalan yang dulu selalu digunakan Maharaja Xuanzong untuk perayaan ulang tahunnya, sebelum meninggal pada 756.

Jalan ini menyempit di ujungnya karena sebuah petak menjorok, dan mengambil sampai setengah dari lebar jalannya. Di da­lam petak yang berseberangan dengan Istana Xingqing, tempat tetirah Maharaja Xuanzong yang terbangun dari kayu gaharu, terdapat gedung seorang pangeran dan gedung lain yang ditinggali para pemain bunyi-bunyian istana. Separo dari rombongan yang diikuti Panah Wangi memasuki celah sempit itu, dan Panah Wangi tidak mengikutinya karena akan menjadi terlalu kentara, selain ada kemungkinan para pengawal yang mondar-mandir di luar tembok Istana Xingqing itu mencurigainya. Apalagi wajah Panah Wangi pada kertas pengumuman Dewan Peradilan Kerajaaan bertempelan di segala penjuru.

Ia mengikuti yang separonya lagi, sepuluh keledai yang berbelok ke kiri, menyusuri jalan yang sama sempitnya, berturut-turut di selatan petak-petak barak Pengawal Burung Emas, petak kuil leluhur kerajaan, dan petak pelayanan Dewan Peradilan Kerajaan. Dari sini rombongan berbelok ke kanan lagi, melewati petak tempat pembuatan barang-barang untuk dijual yang hasilnya untuk kerajaan, menyeberangi jalan yang pada 713 menjadi tempat arak-arakan besar.

Di sudut barat daya dari petak Istana Barat itu terdapatlah gerai pendaftaran dan penyaluran orang-orang kebiri, yang berlanjut dengan gedung pengadilan untuk perempuan penjahat. Di balik tembok pada ujung jalan itu terdapatlah Taman Terlarang, tempat Istana Terlarang berada, dikitari pepohonan buah seri, yang sangat cepat berkembang, bunganya putih kecil-kecil, daunnya berbulu, buahnya bulat kecil seperti anggur, kalau sudah matang berwarna merah atau kuning dan manis rasanya 1; pohon per liar, kebun anggur, lapangan bola, dan tempat bertanding main bola dari atas kuda. Dengan tembok setinggi itu, bagamanakah caranya masuk ke Taman Terlarang?

Namun rombongan itu tidak melompati tembok karena keledai itu tidak memungkinkannya. Pada saat itu Panah Wangi harus berkelebat, masuk ke sebuah Kuil Dao di dalam petak terdekat, yakni yang berseberangan dan berada di arah barat dari gerai urusan orang-orang kebiri. Dari belakangnya ternyata muncul rombongan yang tidak diikutinya. Mereka mencari jalan lain, dan memecah-mecah jumlah, agaknya supaya tidak menarik perhatian dengan keledai yang banyak itu.

Rombongan yang kuikuti menggunakan siasat yang sama. Tigapuluh keledai dan penuntunnya dipecah menjadi tiga kelompok, yang masing-masing dipimpin seorang kebiri, menempuh berbagai jalur berliku di bagian utara Chang'an. Seperti Panah Wangi, aku harus memilih untuk mengikuti salah satu saja, tetapi pilihan mana pun akan berakhir di tempat yang sama. Aku pun masuk ke Kuil Dao, dan hampir saja melepaskan pukulan Telapak Darah yang mematikan, ketika Panah Wangi menyentuh pundakku.

"Mereka masuk ke petak sebelah," ujar Panah Wangi, "masih mau kita teruskan?"

Aku mengangguk. (bersambung)


1. Dari definisi buah ceri atau seri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (2008), h. 263.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 5:24 PM
#198 Orang Kebiri Membawa Keledai 4.5 5 Unknown January 16, 2015 Di balik tembok pada ujung jalan itu terdapatlah Taman Terlarang, tempat Istana Terlarang berada, dikitari pepohonan buah seri, yang sangat cepat berkembang, bunganya putih kecil-kecil, daunnya berbulu, buahnya bulat kecil seperti anggur, kalau sudah matang berwarna merah atau kuning dan manis rasanya PENUNTUN keledai itu tidak sempat menjawab, karena yang menjadi masalah sudah muncul di ujung lajur tersebut, dengan seragam sutra mereka ya...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak