#204 41: Sulitnya Menyusup Siang Hari

January 22, 2015   

CHANG'AN, bulan Paysa, tahun 798. Ya, Pembaca yang Budiman, kulanjutkan ingatanku yang terseling itu, ketika diriku dan Panah Wangi bersembunyi di sebuah kuil Dao. Kami telah mengikuti keledai-keledai yang bersama para penuntunnya diarahkan orang-orang kebiri ke petak sebelah itu. Petak itu cukup kukenal, karena pernah bersama Yan Zi dan Elang Merah mengunjungi kuil yang didirikan untuk ayahanda Laozi. Namun petak itu juga menjadi barak tentara dari kesatuan Pasukan Siasat Langit, dan mungkin karena itu maka terdapatlah jalan tembus, yang menghubungkannya secara langsung dengan Taman Terlarang.

Mengingat kedudukan orang-orang kebiri yang tidak terpisahkan dari maharaja, bahkan sampai kepada urusan tempat tidurnya 1. Kukira jalan tembus itu pun hanya orang kebiri yang berhak menggunakannya, setidaknya memberi izin penggunaannya. Kami saling berpandangan. Bersama Panah Wangi, meskipun belum lama mengenalnya, aku dengan segera telah mencapai saling pengertian jika menghadapi lawan dalam pertarungan.

Kami keluar dari kuil Dao itu dan berkelebat menuju tembok pembatas antarpetak. Pada tembok itu kami merayap cepat dengan ilmu cicak, dan dengan ilmu bunglon kuharap para pendeta Dao hanya melihat tembok ketika melihat ke arah kami. Melakukan penyusupan pada hari terang seperti ini tingkat kesulitannya jauh lebih tinggi daripada melakukannya pada malam hari. Namun jika menggunakan ilmu halimunan, pengalamanku dipergoki ketika sedang mengikuti ke mana gerobak tangan yang mengangkut peti-peti berisi uang emas itu pergi, membuatku belum ingin menggunakannya lagi. Maka kami pun bertindak seperti penyusup biasa, yakni sembari menempel pada tembok seperti cicak, kepala kami muncul perlahan-lahan.

Kepala kami belum lagi muncul sepenuhnya ketika sepasang senjata rahasia berwujud gerigi cakra melesat langsung ke arah jidat kami!

"Penyusup!"

Terdengar teriakan dari arah datangnya senjata rahasia itu. Kami segera melepaskan ilmu cicak yang membuat tubuh kami rekat dan melayang turun. Begitu menginjak tanah, para anggota Pasukan Siasat Langit sudah muncul di pintu gerbang dari petak sebelah. Setidaknya 15 orang yang tampaknya seperti pilihan, melesat maju ke arah kami sambil melepaskan bermacam-macam senjata. Panah, tombak, pisau terbang melesat, tetapi kami cukup merendahkan tubuh, dan dengan sebelah lutut menyentuh tanah kami lepaskan totokan-totokan jarak jauh, yang membuat mereka bukannya ambruk, melainkan tetap berdiri kaku seperti patung.

Barisan depan itu segera menghalangi anggota pasukan lain yang menyerbu serentak dan mampat di pintu gerbang. Aku melirik ke arah tembok, tempat senjata-senjata yang luput itu menancap maupun jatuh dan masuk ke dalam aliran kanal di bawahnya. Semula aku hanya berpikir untuk mengambil senjata, tetapi baru sekarang kusadari terdapat kanal itu. Kuingat pernah mempelajarinya sebelum menyusup ke dalam Istana Daming. Kanal itu menyalurkan aliran sungai dari pegunungan di selatan Chang'an menuju ke Taman Terlarang di luar tembok utara 2, yang masuk dari balik tembok sebuah petak di sisi paling selatan, yakni petak ketiga dari tembok barat. Melalui petak di selatan itu seingatku bahkan tersalur pula aliran sungai lain melalui kanal-kanal di dalam kota bagi kolam-kolam besar di Taman Barat, tempat terdapatnya Istana Barat.

Dalam sekali tatap dengan Panah Wangi, kami langsung saling mengerti dan secara bersamaan segera lenyap ke dalam air yang mengalir di kanal, yang untunglah mengalir melalui petak ini. Apabila para anggota Pasukan Siasat Langit ini berhasil menyingkirkan kawan-kawannya, yang setelah tertotok menjadi patung itu, sesampainya ke kanal ini kami sudah tiada tampak lagi.

Laozi berkata:

di dunia ini

tiada yang lebih

patuh dan lemah

daripada air

tapi untuk menyerang

yang keras dan kuat

tiada

yang melampauinya

karena tiada gantinya 3


Di dalam air kami membiarkan diri kami dibawa arus, melewati petak yang sebetulnya bermaksud kami intip tadi, dan melaju terus ke utara.

Tentunya kami akan segera memasuki Taman Terlarang, tetapi ternyata...

Dhug!

Kami membentur terali besi!

Di atas kami pasti penuh dengan anggota pasukan pengawal maharaja yang terkenal itu, maka kami tidak mungkin naik ke permukaan; tetapi ketika berpikir kembali ke selatan, ternyata sejumlah anggota Pasukan Siasat Langit sudah terjun pula memburu kami! (bersambung)


  1. Charles A. Pomeroy, Chinese Eunuch: The Structure of Intimate Politics [1970 (1963)], h. 110-6.
  2. Charles Benn, China's Golden Age: Everyday Life in the Tang Dynasty [2004 (2002)], h. 68.
  3. Bait pertama ayat ke-78 dari Daodejing, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh D. C. Lau [1972 (1963)], h. 140.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 3:32 PM
#204 41: Sulitnya Menyusup Siang Hari 4.5 5 Unknown January 22, 2015 di dunia ini tiada yang lebih patuh dan lemah daripada air tapi untuk menyerang yang keras dan kuat tiada yang melampauinya karena tiada gantinya - Bait pertama ayat ke-78 dari Daodejing CHANG'AN, bulan Paysa, tahun 798. Ya, Pembaca yang Budiman, kulanjutkan ingatanku yang terseling itu, ketika diriku dan Panah Wangi bers...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak