Kulihat Panah Wangi berhasil menotok dua orang ketika aku berbalik, dan aku pun menotok tiga orang sisanya. Mereka segera kami dorong naik, bahkan agak seperti melemparnya agar terkapar atau tertelungkup di tepian kanal, sehingga tidak menghirup air. Apabila nanti ada orang lain menggantikan dan mengejar kami, mereka hanya akan terbentur juga pada jeruji besi, dan mengira kami pergi ke arah sebaliknya, karena setelah melewatinya lantas kuluruskan kembali.
Kanal yang lurus itu berubah menjadi sungai biasa, yang memiliki banyak kelokan tetapi kukira adalah buatan. Kami melaju cepat seperti ikan lumba-lumba sampai jalur sungai itu habis di tengah Taman Terlarang, untuk muncul pelan-pelan ke permukaan seperti buaya yang hanya kelihatan matanya di atas rawa. Dari sini kami bisa melihat rombongan 30 keledai itu menuju Istana Larangan. Tidak terlihat lagi para penuntun keledai dari usaha jasa Keledai Cepat.
Kami saksikan orang-orang kebiri yang sekarang menuntun keledai-keledai itu. Apakah yang sebenarnya sedang terjadi? Kuingat perjumpaanku yang pertama kali dengan orang kebiri itu, di lautan kelabu gunung batu yang membatasi Daerah Perlindungan An Nam dengan Negeri Atap Langit dalam keadaan sudah terpotong-potong di dalam karung. Namun yang penting tentu adalah lak lilin merah atau segel kerajaan yang mengunci ikatan karung itu.
Kuingat lagi sekarang tujuh orang Uighur di atas tujuh kuda Uighur yang perkasa membawa segala macam benda. Mereka meletakkan benda-benda berharga, termasuk kain sutra maupun gulungan sutra, begitu juga kertas-kertas bertuliskan puisi Li Bai, Wang Wei, dan Du Fu, ke dalam karung, kemudian meletakkannya ke dalam keranjang. Setiap keledai membawa dua keranjang di kiri dan kanan punggungnya.
Lantas satu karung yang berbeda itu!
Sekarang aku ingat, Pasar Timur juga penuh dengan orang Uighur! Keledai-keledai itu pasti juga disewa atau dibeli dari usaha jasa Keledai Cepat, karena memang tidak ada usaha sejenis yang lain di Chang'an. Mungkinkah kini terdapat hubungan antara pembunuhan kejam itu dan peristiwa yang belum juga usai sekarang ini?
Laozi berkata:
mengambil semua
yang kau inginkan
tak pernah lebih baik
dari berhenti
selagi dirimu mampu 1
yang kau inginkan
tak pernah lebih baik
dari berhenti
selagi dirimu mampu 1
Angin bertiup. Dingin sekali. Kami beranjak ke tepian seperti buaya merayap dari rawa ke daratan. Kemudian kami menggunakan lwe-kang atawa tenaga dalam untuk mengeringkan baju.
Panah Wangi memang orang yang berpikir cepat.
"Bukan soal untuk apa keledai itu, tetapi untuk tujuan apa, dan siapa saja yang terlibat," katanya berbisik-bisik.
Tentang tujuan, persoalan masih sama, mencuri atau menyelamatkan? Tentang keterlibatan, segalanya masih gelap. Sambil mengawasi bagaimana keledai itu seekor demi seekor melewati jalan tembus, dari barak Pasukan Siasat Langit menuju Taman Terlarang ini, yang dari sini masih jauh sekali, aku mencoba membangun berbagai hubungan, dari pengetahuan yang sebetulnya sungguh terbatas.
Tiga orang kebiri menyimpan rahasia negara yang terbagi tiga. Rahasia ini hanya akan terbuka jika ketiganya sepakat untuk bergabung dan mengungkap rahasia masing-masing. Semula, pengetahuan bahwa ketiga orang kebiri ini menyimpan rahasia itu sendiri adalah suatu rahasia. Namun ketika terbuka, maut segera mengancam ketiganya. Si Cerpelai kabur sampai lautan kelabu gunung batu, Si Tupai menyusul dengan tubuh sudah terpotong-potong dalam karung.
Apakah sengaja dikirim ketika aku kebetulan bentrok dengan tujuh penyoren pedang dari Uighur; ataukah hanya kebetulan lewat dan kami yang penasaran kebetulan pula membukanya, semula tidaklah terlalu jelas. Namun sekarang kurasa seseorang diharapkan menerimanya --dan orang itu bukanlah Si Cerpelai yang sudah lama membuka kedai di pegunungan itu
Adapun Si Musang nestapa pula nasibnya. Sebelum bunuh diri dengan racun dalam pelariannya, lidahnya telah dipotong agar tidak membuka rahasia, dan tetap dibiarkan hidup agar rahasia tidak hilang serta diungkapkan kepada mereka.
Siapakah mereka?
(bersambung)
1. Awal ayat ke-9 dari Daodejing, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh R. B. Blakney [1960 (1955)], h. 61.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak