Kami lihat mereka berpencar. Sembilan orang menuju sembilan arah, yang membuat kami tertegun dan bingung, sehingga kami harus menunggu sembilan orang ini menjadi noktah terlebih dulu sebelum kami datang dan menyelidiki tempat itu. Ketika kami tiba di sana ternyatalah bahwa jejak tapak kaki kuda itu memang banyak sekali, dan betapa pula telah menjadi neraka bagi perempuan muda yang malang. Masih terlihat empat lubang tempat menancapkan tonggak yang diambil dari dahan pohon yang ada di situ, yang jelas digunakan untuk mengikat kedua tangan dan kaki.
Kukira dalam keadaan seperti itulah adik seperguruan mereka itu ditinggalkan, sehingga jika tidak mereka temukan bisa saja menjadi makanan binatang. Namun pastilah terutama bagaimana wujud perempuan itu, yang menggambarkan apa yang telah dialaminya, membuat kami dengar tangisan yang memilukan itu.
Kubayangkan betapa dengan remuk-redam mereka punguti segala sesuatu yang menjadi bagian kekejaman itu. Dahan yang tertanam, tali pengikat tangan dan kaki, kain merah yang tercabik-cabik, mungkin telah mereka kuburkan di bawah tumpukan batu-batu, tetapi mungkin mereka bagi sembilan sebagai barang bukti bagi pembalasan dendam.
Dengan mengamati dan memilah jejak kaki kuda dan manusia yang bertumpuk-tumpuk di tempat itu, dapatlah kami pastikan bahwa terdapat 18 orang yang menganiaya pengawal maharaja ini. Sangat mungkin, memang agar maharaja dari Wangsa Tang yang sangat berkuasa di Negeri Atap Langit itu melihat dan mendengar semuanya, tanpa bisa melakukan apa pun dan merasa tidak berdaya. Dapat kubayangkan sang maharaja telah menawarkan segalanya yang paling mungkin agar perempuan itu dibebaskan, yang hanya ditanggapi dengan pelecehan dan penghinaan yang lebih tidak berperasaan lagi.
Kong Fuzi berkata:
manusia yang melakukan kesalahan
dan tidak memperbaikinya
akan melakukan kesalahan lagi 1
dan tidak memperbaikinya
akan melakukan kesalahan lagi 1
Jadi 17 orang telah menunggu di tempat itu. Mungkin untuk membingungkan pengejaran, mereka telah memencarkan diri ke sembilan jurusan. Berarti setiap anggota Pengawal Anggrek Merah akan mengejar dua orang dari gerombolan pembunuh dan pemerkosa adik mereka itu, dan salah satu di antaranya akan mengejar dua orang yang membawa sang maharaja.
Kemungkinan besar kepala regu Pengawal Anggrek Merah itulah yang akan membawa maharaja. Kami sebetulnya menemukan satu jejak yang lebih kurang kentara di banding lainnya, yakni kuda yang tidak ditunggangi, karena disediakan untuk membawa maharaja, yang kemungkinan telah ditotok agar tidak bisa bergerak bebas dan tidak bisa bersuara. Jadi, dengan kuda yang datang dari Taman Terlarang, semuanya terdapat 19 jejak kaki kuda, dan kami mencari yang berangkat bertiga. Kami pun bisa melihat jejak seekor kuda yang mengikuti jejak tiga kuda di depannya. Selama jejak-jejak itu masih menyatu dan belum berpisah ke lain arah, kami bisa mengikuti dan melaju dengan cepat.
Jejak yang kami ikuti berjalan lurus ke arah barat laut tempat terdapatnya Longyou, tetapi kota itu untunglah masih cukup jauh, sebab dapat kubayangkan bagaimana rumitnya mengikuti langkah mereka dalam penyamaran. Maharaja akan diganti bajunya seperti rakyat biasa, begitu pula pemimpin regu Pengawal Anggrek Merah tidak akan berbusana serbamerah lagi, meskipun tentunya tetap busana lelaki, apalagi kedua penculiknya yang belum kami kenal sama sekali.
Sebetulnya diriku maupun Panah Wangi juga belum pernah melihat wajah maharaja. Tidak banyak orang pernah melihat wajahnya, kecuali dari jauh sekali, selain para pejabat negara dan para penghuni istana. Namun diculiknya maharaja ini haruslah dirahasiakan serapat-rapatnya, karena jika diketahui sedang berada di jalanan tanpa perlindungan selayaknya, dapat kubayangkan beterbanganlah segala pembunuh bayaran, pemburu hadiah, petugas rahasia negara-negara lawan, dan siapa pun yang memiliki dendam pribadi, untuk memburunya ke segenap pelosok Negeri Atap Langit maupun negeri-negeri tetangganya.
Kami memacu kuda dengan cepat mengikuti jejak tiga kuda yang diikuti jejak seekor kuda lagi. Semakin cepat maharaja dibebaskan adalah semakin baik, karena kekosongan kepemimpinan negeri sebesar ini tidak bisa dibiarkan berlangsung terlalu lama. (bersambung)
1. Melalui Lin Yutang, The Wisdom of Confucius (1938), h. 179.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak