#217 Permainan Adu Pikiran

February 4, 2015   

MATAHARI meninggi dan kami masih juga menyusuri jejak di lautan alang-alang, yang meskipun cukup tinggi tetapi selalu merunduk, karena angin yang terus bertiup kencang sepanjang padang, yang begitu luas bagai tiada bertepi. Angin bertiup begitu kencang sehingga kuda kami hanya bisa maju dengan perlahan-lahan sekali. Perjalanan ke arah Longyou, jika memang ke sana arah yang dituju para penculik, akan melewati wilayah tersempit di Negeri Atap Langit yang terjepit antara wilayah Kerajaan Tibet dan wilayah suku-suku Uighur yang dikuasai para khan. Itulah wilayah yang dikuasai dan diperintah para jiedushi atau panglima perang, yang merasa diri mereka penting atas masih bertahannya kekuasaan Wangsa Tang.

Bersama dengan melemahnya kendali Chang'an semenjak pemberontakan An Lushan, wilayah-wilayah yang jauh dari pusat banyak yang menolak untuk membayar pajak, dan wilayah-wilayah tempat berlangsungnya bentrok tidak kunjung usai dengan negeri-negeri tetangga bukanlah perkecualian. Ke manakah para penculik itu akan menuju?

"Tersebarnya para penculik ke sembilan jurusan ini jelas bukan cara yang biasa digunakan para penjahat kambuhan," kata Panah Wangi, "melainkan cara-cara para petugas rahasia dalam keadaan perang. Mungkin mereka berasal dari kalangan tentara."

"Tentara dari mana?"

"Mengingat tempat terjadinya peristiwa ini, memang bisa diterima jika mempertimbangkan bahwa para petugas rahasia Kerajaan Tibet atau orang-orang Uighur yang melakukannya," jawab Panah Wangi, "tetapi kurasa ini dilakukan pihak Negeri Atap Langit sendiri."

"Apa dasarnya?"

"Mereka tidak akan memecah diri ke sembilan jurusan tanpa pengetahuan tentang wilayah yang sangat baik, karena pasti sadar yang mengejarnya adalah para Pengawal Anggrek Merah."

"Tapi kita tidak tahu apa yang sebetulnya mereka pikirkan," kataku, "hanya jejak itu yang bisa dipastikan."

"Aku hanya takut tiga kuda yang kita ikuti ini juga tidak membawa maharaja."

Di tengah angin yang menderu-deru aku tertegun. Panah Wangi memang berpikir tajam. Namun ia juga mempertimbangkan bahwa dalam buru-memburu ini terjadi permainan pikiran. Artinya yang diburu bermain dengan pikiran di kepala pemburunya, mencoba mengecoh, mengarahkan, menjebak, dan mempermainkannya; sedangkan yang memburu pun berusaha menghindar untuk terkecoh, terarahkan, terjebak, dan terpermainkan, bahkan jika mungkin melampaui dan ganti menempatkan yang dikejarnya ke dalam perangkap.

"Jadi, sebetulnya yang kita buru sekarang membawa maharaja atau tidak?"

"Mereka tentu tahu, berdasarkan jejak kudanya kita akan berpikir seperti itu, tetapi mereka juga tahu kita akan mempertimbangkan kemungkinan bahwa maharaja cukup dijaga satu orang di antara delapan pasang penculik yang pergi ke delapan jurusan," kata Panah Wangi lagi, ''sehingga jika tiga orang yang pergi ke barat laut, yakni jurusan yang ke sembilan, akhirnya terkejar, pemburunya hanya bertemu tiga penculik dan bukan maharaja."

"Mereka ingin kita berpikir begitu?"

"Mereka berpikir bahwa kita akan mempertimbangkan itu, makanya mungkin maharaja tetap dalam rombongan dengan tiga kuda yang sedang kita ikuti."

Permainan pikiran! Itulah soalnya dengan semua ini! Permainan pikiran!

Sun Tzu berkata:

tanpa mengetahui

kedudukan

bukit dan hutan

jurang dan tebing

rawa dan paya

dikau tak dapat

bergerak maju 1


Namun memastikan pikiran adalah yang tersulit di dunia ini, sehingga Panah Wangi membayangkan siasat tanggapan.

"Jika bukan maharaja yang ada bersama mereka, kita akan menyandera nyawa mereka agar mengantar kita," ujar Panah Wangi.

Betapapun, rupanya rencana para penculik itulah yang berjalan lebih dulu, ketika dari jauh kami saksikan burung-burung pemakan bangkai berputar-putar di udara, penanda terdapat manusia atau binatang menjelang kehilangan nyawa di bawahnya.

Sebentar kemudian, di tepi sebuah sungai dengan batu-batu besar yang arusnya deras sekali, kami lihat bangkai kuda Uighur yang belum lama mati, dengan tiga batang anak panah menembus lehernya. Kami mengusir burung-burung pemakan bangkai kelaparan, yang baru saja mulai mencocok-cocok kulit kuda itu untuk menarik-narik dagingnya, tetapi burung-burung hanya pergi sejauh batu-batu besar. Seperti tahu kami tidak akan lama di sini, dan tampak menanti peluang untuk menerkam lagi.

"Ini seperti pengintaian," kata Panah Wangi sambil menyelidiki jejak-jejak dan arah dilepaskannya panah, "tiga anak panah dilepaskan dari tiga arah berbeda."

Apa yang telah terjadi dengan perempuan Pengawal Anggrek Merah yang menungganginya? (bersambung)


1. Dari Sun-Tzu, The Art of War, diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh John Minford [2009 (2002)], h. 42.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 4:04 PM
#217 Permainan Adu Pikiran 4.5 5 Unknown February 4, 2015 tanpa mengetahui kedudukan bukit dan hutan jurang dan tebing rawa dan paya dikau tak dapat bergerak maju - The Art of War MATAHARI meninggi dan kami masih juga menyusuri jejak di lautan alang-alang, yang meskipun cukup tinggi tetapi selalu merunduk, karena angin...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak