Di tempat ini angin tidak sekencang di dataran terbuka, tetapi matahari baru akan meneranginya jika sudah berada di atas kepala, sehingga menjadi tempat yang nyaris selalu keremang-remangan. Meskipun merupakan jalan tembus, mereka yang ingin pergi ke Longyou dari Chang'an lebih suka memilih jalan memutar, dan hanya para pemburu atau pengantar surat rahasia berilmu tinggi saja yang biasa melewatinya. Artinya tempat ini tidak biasa menjadi tempat perampokan, karena nyaris tidak ada yang lewat. Maka, pencegatan oleh siapa pun dan terhadap siapa pun pasti bukanlah suatu kebetulan.
"Penculikan ini pasti sudah lama direncanakan," ujar Panah Wangi, "mereka sudah lama mempelajari cara-cara penjagaan, siap menculik dan siap dikejar, lantas dengan sengaja menjebak para pengejarnya."
"Apa yang akan mereka lakukan dengan maharaja?"
"Tergantung dari siapa yang menculiknya. Kerajaan Tibet, Khaganat Uighur, atau para jiedushi."
"Jadi kita tidak bisa membunuh penculiknya sebelum mendapat kejelasan siapa yang menyuruhnya."
"Tentu, tetapi pada akhirnya harus kita bunuh juga. Pendekar Tanpa Nama pasti mengerti apa pendapatku tentang pemerkosaan beramai-ramai."
Ya, aku tahu bagaimana ia telah menghukum pemerkosa, dan betapa calon pemerkosa pun dihukum dengan sama beratnya, seperti yang selalu dilakukannya dalam malam-malam perburuan kami di Chang'an untuk memancing keluar Harimau Perang.
Namun aku tidak dapat terlalu memastikan sekarang, manakah yang lebih menjadi tujuannya, membebaskan maharaja atau menghukum para pemerkosa dengan cara sekejam-kejamnya!
Kong Fuzi berkata:
sejak lama sulitlah melihat contoh manusia sejati;
setiap orang sedikit keliru pada sisi lemahnya;
makanya mudah menunjuk kekurangan manusia sejati 1
setiap orang sedikit keliru pada sisi lemahnya;
makanya mudah menunjuk kekurangan manusia sejati 1
Di atas tebing, jalan kembali mendatar dan kami lihat jejak kuda yang datang dan pergi, menumpuki jejak tiga kuda yang hanya pergi. Dari pembacaan jejak itu, dan terdapatnya api unggun, dapat kami simpulkan bahwa ketiga pemanah itu sudah datang sejak semalam dan menginap di atas tebing. Pagi sekali mereka turun ke bawah, dan mencari-cari tempat persembunyian di balik batu, membentuk tiga sudut bidikan yang sulit dielakkan. Di situlah mereka menunggu perempuan Pengawal Anggrek Merah itu, dan ketika tiba berturut-turut membidik kuda dan penunggangnya.
Jejak yang sekarang tampak jelas di padang rumput itu kami ikuti dengan cepat, sampai muncul segugus rumah tanah liat, yang menandai terdapatnya perempatan jalan di luar kota. Terdapat jalan bagi para pengantar surat yang menghubungkan Chang'an dengan Jiayuguan dan Benteng Yumen. Demi kepentingan perang, surat-surat dari dan ke Chang'an dilarikan secara berantai, dengan kuda yang siap melaju dari persinggahan satu ke persinggahan lain tanpa pernah berhenti. Kukira rumah-rumah ini adalah tempat semacam itu dan di sana pasti terdapat pula sebuah kedai, meski tidak jelas makanan macam apa yang akan terdapat di tempat sepi seperti ini.
Dalam cahaya matahari gugusan rumah-rumah tanah liat ini hanya tampak seperti gundukan hitam. Angin dingin yang tiupannya amat sangat keras membuat tempat persinggahan ini bagai tiada berpenghuni. Rumah-rumah tanah liat ini semua pintunya tertutup, tetapi dapat kami tandai yang menjadi kedai, dari banyaknya kuda yang ditambatkan di depannya.
Kami tidak segera masuk, melihat cukup banyak kuda di depan kedai tertutup itu. Kami sudah melihat kuda para pengantar surat di tempat yang paling ujung. Tampak memang siap dilarikan menggantikan kuda yang datang melaju. Panah Wangi memperhatikan jejak-jejak kuda di depan kedai itu. Bahkan mundur lagi untuk memperhatikan arah datangnya.
"Ini bukan kuda pengantar surat," kata Panah Wangi, "datangnya dari sembilan arah."
Kuhitung jumlahnya 22. Para penculik itu membawa 19 kuda, satu di antaranya untuk membawa tawanan, yakni sang maharaja. Tiga kuda lagi mungkin tiga pemanah yang telah menewaskan kepala regu Pengawal Anggrek Merah itu. Aku terpaku. Mereka yang memencarkan diri ke delapan penjuru telah berkumpul lagi. Apakah delapan Pengawal Anggrek Merah yang lain juga terbunuh? (bersambung)
1. Lin Yutang, The Wisdom of Confucius (1938), h. 187.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak