"Dengan kata lain, ada beberapa tingkat maharaja bayangan," kata Panah Wangi, "Mulai dari yang hanya mirip sosok dan wajahnya, sehingga hanya bisa dipajang tetapi jangan sampai mengeluarkan suara, dan ini adalah tingkat terendah, sampai tingkat tertinggi, yang mampu menggantikan maharaja untuk berbicara dengan perdana menteri, tamu negara, maupun masuk peraduan bersama putri istana.
"Mata-mata maupun pembunuh bayaran sangat mungkin masuk jalur terakhir itu, maka cara untuk balik memata-matai mata-mata itu dan membongkar jaringannya, barangkali bahkan untuk balik menyelusupinya, antara lain memalsukan maharaja itu.
"Pernah juga seorang penyusup berhasil masuk dan nyaris menikam maharaja di peraduannya, terjun dari atas atap, tetapi putri istana yang tidur di situ ternyata adalah pengawal rahasia, yang langsung membabat putus leher penyusup itu sebelum menginjak tanah. Namun jika tikaman itu berhasil, maharaja yang dibunuhnya itu sudah dipalsukan, dan perempuan pengawal rahasia yang menggagalkannya pun tidak tahu jika bukan maharaja yang tidur bersamanya semalam."
Aku ingat cerita tentang kecurigaan Harimau Perang terhadap Putri Anggrek Merah sebagai bagian dari jaringan mata-mata Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, yang berakibat kepada tewasnya putri istana tercantik itu. Mungkinkah kekasih maharaja tidak mengenali betapa maharaja adalah palsu, sehingga bukannya dapat menggali rahasia melainkan rahasianya sendiri yang kemudian terbongkar? Sekarang aku bisa memikirkan kemungkinan sejak awal Putri Anggrek Merah telah terjebak berkencan rahasia dengan maharaja yang sudah dipalsukan.
Kuda kami terus melaju menembus malam sepanjang jalur cepat, yang berangin kencang dengan cahaya bulan menyepuh pepohonan, semak-semak, alang-alang, rerumputan, bebatuan di sebelah kiri dan kanan jalan, tempat padang bagai hamparan keperak-perakan. Sambil melaju kencang di atas kuda tempur Uighur milik Pasukan Hutan Bersayap, aku teringat perkiraan Panah Wangi, mengapa maharaja yang kami kejar ini adalah maharaja bayangan, meskipun dari tingkat yang rendah.
Pertama, disebutkan ketiganya begitu akrab sehingga tidak dapat diketahui mana penculik dan mana terculik; kedua, disebutkan bahwa ketika buang air ia berkata kepada dirinya sendiri bahwa ia sudah bebas; ketiga, dua kawan seperjalanannya berkata ia tidak usah menyamar, melainkan jadi dirinya sendiri; keempat, ia menyanyi dengan kalimat ''rumahku di Sha" yang tidak mungkin dikenal apalagi dinyanyikan Maharaja Diraja Negeri Atap Langit Dezong.
Para guru Ch'an Tsung berkata:
Sakyamuni memiliki
ajaran rahasia
tetapi Mahakasyapa
tidak merahasiakannya 1
ajaran rahasia
tetapi Mahakasyapa
tidak merahasiakannya 1
Berdasarkan keterangan para pengantar surat, Panah Wangi menduga bahwa maharaja bayangan ini berasal dari Sha, berada di Istana Terlarang berdasarkan suatu rencana yang dia sendiri tidak mengetahuinya, penculikannya adalah usaha mengalihkan perhatian, tetapi belum dapat diduga mengapa dari tempat ini ketiganya berpisah ke tiga jurusan.
"Maharaja bayangan itu jelas mau pulang ke Sha, dan itu kukira bukan bagian yang direncanakan, padahal melepaskan diri dari tugas seperti ini bisa membuat dia dihukum mati," kata Panah Wangi.
"Ada sesuatu yang tidak kita ketahui dari perbincangan mereka bertiga," kataku, "tetapi jika yang satu mau pulang saja, mungkin sebetulnya pulang dalam rangka menghilang, dan dua orang yang lain juga hanya mau menghilang, berpisah jalan agar jika ada yang mengejar akan terbingungkan. Namun setahu mereka semua pengejar Pengawal Anggrek Merah itu sudah mati bukan?"
"Kenapa mereka harus menghilang?"
"Karena mereka bukan bagian dari kegiatan kerajaan, apa yang berlangsung di Istana Terlarang adalah pertemuan dua kepentingan; antara yang mau membunuh maharaja dan yang mau memanfaatkan maharaja demi kepentingannya sendiri, yakni membawa peti-peti berisi uang emas ke luar dari negeri ini."
"Lantas berkembang tidak terduga?" (bersambung)
1. Ch'an Tsung atau Aliran Cahaya Dalam, suatu sekte Buddhisme semasa Dinasti Tang, sebagian besar ajaran ditulis jauh sebelumnya oleh Tao Sheng dan Sheng Chao. Tengok Fung Yu-lan, The Spirit of Chinese Philosophy, diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh E. R. Hughes (1947), h. 156-74.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak