#233 Munculnya Para Perompak Sungai

February 20, 2015   

DALAM cahaya bulan, permukaan sungai mengertap keperak-perakan, dan di atasnya tampak sesosok bayangan hitam berselancar sambil kadang-kadang meloncat memainkan berbagai jurus silat, dengan amat sangat lambat seperti tarian terlambat, lantas begitu turun dan menginjak permukaan sungai langsung melancar lagi. Sudah tentu ilmu meringankan tubuhnya tinggi sekali.

Sosok itu hilang di hilir, dan kami tersenyum saling memandang. Lepas malam, sebelum pagi, saat-saat tersunyi dunia manusia di muka bumi. Pendekar itu tentu tiada mengira terdapat dua orang duduk tenang-tenang menonton latihannya. Begitulah pertunjukan itu berlalu ditelan sunyi.

Kami tidur di atas rumput yang tebal di atas lereng pada tepi sungai, setelah melepas pelana kuda dan mengambil lapisan kain di bawah pelana itu sebagai alas tidur kami. Langit mulai terang ketika kuda tempur itu menyentuh penunggangnya masing-masing dengan kakinya. Kurasa tidak lama kami tidur, tetapi tentu itu tidur yang penuh karena semua kesegaran kami kembali.

Di bawah, perahu penyeberangan telah tiba. Tiga penunggang kuda yang mengenakan serban dan membawa delapan unta yang mengangkut barang dagangan menaiki perahu. Aku tidak yakin mereka dari mana, tetapi sudah jelas mereka tergolong orang-orang Dashi 1 pemeluk agama yang disebut Islam karena tadi kulihat mereka bersembahyang dengan cara menyungkum bumi. Semenjak di Chang'an, sudah sering kulihat cara mereka bersembahyang yang berkelompok itu, yang selalu diawali panggilan sembahyang bersuara merdu. Di berbagai tempat mereka akan bergabung dengan rombongan unta yang lain, membentuk rombongan besar dengan 20 sampai 50 unta, yang kadang kudengar disebut kafilah.

Dapat kupastikan mereka membawa kain sutera di antara barang dagangannya, karena dihargai sangat tinggi oleh orang-orang kaya dan para bangsawan di luar Negeri Atap Langit. Jalur perdagangan kain sutera inilah yang membuat jalur penghubung Negeri Atap Langit dengan negeri-negeri lain yang jauh seperti Kemaharajaan Byzantium maupun Khalifat Abbasiyah di Baghdad sehingga di mana pun dikenal sebagai Jalur Sutra. Mereka yang mengenakan busana sutera nan menjumbai di lantai-lantai marmar, tentu tidak membayangkan perjalanan kain sutera yang diangkut unta menyeberangi sungai pada pagi buta seperti ini.

Namun Negeri Atap Langit sekarang bukan lagi penguasa seluruh jalur itu, semenjak pada 751 balatentara Wangsa Tang yang maju terus ke barat, bentrok dan dipukul mundur oleh balatentara Abbasiyah di lembah Sungai Talas di wilayah Syr Darya, yang terletak jauh di barat laut dari Negeri Atap Langit.

Sun Tzu berkata:

jika kita mengetahui

bahwa pasukan kita mampu menyerang

tetapi tak bisa melihat

bahwa musuh tidaklah rapuh

kita hanya memiliki setengah kemenangan 2


Masih perlu dua perahu penyeberangan lagi untuk mengangkut kami semua, delapan unta, tiga kuda yang ditunggangi orang Dashi, dan kedua kuda kami. Seorang pengantar surat, sepasang suami istri dengan baju indah, dan seorang pengemis bertongkat menyusul masuk ke perahu kami. Tiga perahu ini dikelola oleh usaha jasa yang sama, dipimpin satu orang yang bersuit sebagai tanda berangkat, sehingga ketiga perahu ini pun bertolak bersama-sama. Setiap perahu cukup dilayani dua orang bertenaga raksasa, yang dengan dayungnya dapat mengarahkan perahu ke tempat tujuannya di seberang.

Langit sudah mulai berubah warna. Angin juga berubah arah sesuai dengan perubahan suhu, meski ke mana pun angin bertiup bagiku yang terasa hanyalah dingin. Aku memandang permukaan sungai, dan meskipun masih remang-remang, kulihat juga bayangan meluncur di bawah permukaan sungai yang cukup besar itu, seperti meluncurnya seekor lumba-lumba. Namun ini bukanlah seekor lumba-lumba, melainkan seorang manusia!

Itu satu orang, kemudian di belakangnya lagi tiga orang. Perahu penyeberangan menuju ke arah barat laut, bayangan yang meluncur di bawah permukaan sungai itu datang dari utara; kulihat di sebelah kiri susunan bayangan yang sama, satu orang diikuti tiga orang; lantas dari depan dan belakang, masing-masing satu orang; setiap perahu penyeberangan akan diserang oleh delapan orang!

"Perompak!"

Pemimpinnya berteriak dan bersuit memperingatkan kelima anak buah pada tiga perahu. Tidak hanya anak buahnya, para penumpang pun diperingatkan.

"Para penumpang, siapkan senjata kalian!" (bersambung)

  1. Dashi adalah pengertian masa Tiongkok Kuna bagi Arabia, melalui Sun Yifu, A Voyage into Ancient Chinese Civilization: From Venice to Osaka (1992), h. 196.
  2. Sun-Tzu, The Art of War, diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh John Minford [2009 (2002)], h. 67.
Posted by Agung Semeru
Naga Jawa di Negeri Atap Langit Updated at: 12:49 PM
#233 Munculnya Para Perompak Sungai 4.5 5 Unknown February 20, 2015 jika kita mengetahui bahwa pasukan kita mampu menyerang tetapi tak bisa melihat bahwa musuh tidaklah rapuh kita hanya memiliki setengah kemenangan - The Art of War DALAM cahaya bulan, permukaan sungai mengertap keperak-perakan, dan di atasnya tampak sesosok bayangan hitam berselancar sambil kadang-kadan...


No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak