Hampir bersamaan, aku, Panah Wangi, dan Pengemis Tua Berjenggot Putih mengirimkan angin pukulan untuk menepis sabetan selendang itu. Dilawan tiga daya lwe-kang, selendang itu berubah arah menghantam dinding perahu, yang menjadi pecah berantakan. Namun Selendang Setan terpental sambil memuntahkan darah. Aku dan Panah Wangi hanya menangkis selendang, jadi tentu Pengemis Tua Berjenggot Putih yang telah menghajar dadanya dengan pukulan jarak jauh.
Selendang Setan jatuh di air dan langsung tenggelam, lantas tidak muncul lagi. Apakah ia terbenam di air?
"Tidak mungkin seorang ratu perompak tenggelam," kata Panah Wangi, "tetapi luka dalamnya kurasa cukup parah."
"Ia memang tidak mungkin tenggelam, dan jangan pernah bertarung dengannya di dalam air," ujar Pengemis Tua Berjenggot Putih yang sudah naik ke perahu kembali.
Kulihat permukaan air, bagaimana kalau ia menghajar dasar perahu dari bawah? Kutahu betapa akan hebatnya manusia-manusia air jika berada di dalam air.
"Air!"
Panah Wangi menunjuk dinding perahu yang tersabet selendang bertenaga dalam itu. Air sungai masuk lebih cepat dari sebuah kebocoran. Sementara perempuan berbusana indah itu masih menggoyang-goyang suaminya dengan panik.
"Liu! Liu!"
Kuda dan unta mulai gelisah. Orang Dashi itu membuka ikatan yang menyatukan unta-untanya, suatu hal yang biasa dilakukan jika majikannya tidur. Aku tak khawatir tentang kemampuan hewan, aku khawatir ketidakmampuan manusia untuk berenang. Sekilas aku dan Panah Wangi saling memandang, dan seketika kami pun segera terjun ke dalam air untuk mendorong perahu itu dari belakang. Untunglah tukang-tukang perahu itu tidak panik. Kami tinggal mendorong dan mereka mengarahkan perahu dengan sangat baik.
Namun dengan tenaga dalam yang terdahsyat sekalipun, mendorong perahu ketika air masuk dengan cepat bukanlah pekerjaan ringan. Apalagi jika dalam keadaan seperti itu, terlihat lagi sejumlah perompak datang menyerbu dari segala arah dengan kecepatan lumba-lumba. Lagi-lagi ancaman maut datang menikam. Keadaan kami sungguh rawan, tetap mendorong perahu, maka lambung kami akan dengan mudah menjadi sasaran; melepaskannya dan menghadapi para perompak itu, perahu ini akan tenggelam.
Dengan kecepatan lumba-lumba para perompak itu segera menjadi dekat. Mereka hanya mengenakan kancut dan tubuh mereka penuh dengan rajah, tampak jelas belati yang terjepit di antara gigi. Mereka tidak datang untuk merompak, mereka datang untuk membunuh!
Sun Tzu berkata:
petarung yang cerdik
memaksakan kehendaknya kepada lawan,
tetapi tidak membiarkan
kehendak lawan dipaksakan kepada dirinya 1
memaksakan kehendaknya kepada lawan,
tetapi tidak membiarkan
kehendak lawan dipaksakan kepada dirinya 1
Aku dan Panah Wangi belum saling memandang untuk menentukan siapa yang menghadapi perompak dan siapa yang tetap mendorong, ketika berkelebat bayangan di dalam air yang dengan cepatnya meluncur berputar menghadapi serangan dari segala arah itu.
Dengan segera air di sekeliling kami dironai warna merah dan mayat-mayat yang mengambang, kulihat sejumlah belati melayang jatuh ke dasar sungai. Bayangan berkelebat itu kemudian sudah berada di antara diriku dan Panah Wangi, mendorong perahu menjadi jauh lebih melaju dari sebelumnya.
Memang tiada lain dari Pengemis Tua Berjenggot Putih yang telah mengatasi masalah itu, meskipun kini kami menghadapi masalah baru ketika arus sungai tiba-tiba menjadi sangat amat deras. Perahu sudah penuh air dan hanya karena kami menahan dari dasarnya saja maka tidak menjadi karam.
Tidak jelas apa yang terjadi di atas perahu karena sementara kami bertiga menahan dasarnya dari bawah dengan udara tersisa dalam paru-paru kami, arus deras juga telah membuat perahu berputar-putar tiada terkendali.
"Tahan! Tahan! Tahan!"
Masih kudengar tukang-tukang perahu berjuang dengan dayungnya. Mereka memang hanya mengandalkan gwa-kang atau tenaga kasar, tetapi pengalaman mereka sangatlah menentukan nasib semua orang di perahu ini sekarang. Di haluan dan di buritan mereka berjuang mengarahkan, dan meskipun berputar-putar dengan cepat dan membingungkan, percepatan kederasan membawa kami lebih cepat ke tepian.
Lantas... Brrrggg!
Perahu berhenti, meski kami belum sampai ke tepi. Dua batu besar membuat perahu kami menyangkut, tetapi arus deras tetap melewati perahu ini, bahkan menyeret dan menghanyutkan sepasang suami istri muda yang berbusana indah tetapi tidak bisa berenang itu! (bersambung)
1. Martina Sprague, Lessons in the Art of War (2011), h. 90.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak